Tasawuf falsafi adalah salah satu cabang dalam ilmu tasawuf yang menggabungkan antara visi intuitif dan rasional. Tasawuf ini merupakan buah dari pemikiran para tokoh yang diungkapkan dengan bahasa filosofis. Tasawuf falsafi tidak bisa disebut sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan pikiran dan rasio, tetapi tidak juga bisa dikatakan filsafat seutuhnya karena didasarkan pada intuitif.
Baca juga Tasawuf Amali; Pengertian, Maqam, dan Ahwal
Jika digabungkan antara tasawuf dan filsafat maka akan bisa diasumsikan bahwa tasawuf falsafi menggunakan terminologi filsafat dalam memahami dan mempraktikkan tasawuf. Memandang dari perkembangan tasawuf, secara garis besar konsep mengenai ketuhanan diformulasikan menjadi konsep estetika, etika, dan kesatuan wujud. Oleh sebab itu, hal inilah yang menjadi ciri khas dari tasawuf falsafi.
Perkembangan
Tasawuf falsafi berkembang pada abad ke-2 hingga ke-5 hijriah, dan sesaat populer karena mengeluarkan banyak pernyataan-pernyataan yang kontroversial. Aliran dalam Tasawuf Falsafi terkesan samar-samar, karena banyaknya istilah-istilah yang diungkapkan oleh para tokoh dalam aliran ini yang kurang bisa dimengerti lantaran menggunakan istilah Filsafat.
Tokoh-Tokoh
Beberapa tokoh tasawuf falsafi yang cukup populer di antaranya:
1. Abu Sulaiman al-Darany (w.215 H);
2. Ahmad bin Al-Hawari al-Damashqi (w.230 H);
3. Abd Faid Dhun Nun bin Ibrahim al-Misri (w.245 H);
4. Abu Yazid Al-Bustami (w.261 H);
5. Junaid Al-Baghdadi (w.298 H);
6. Al-Hallaj (w.309 H);
7. Al-Ghaznawi (w.545 H);
8. Suhrowardi al-Maqtul (w.549 H);
9. Ibnu Sabi’in (w.614 H);
10. Umar Ibnu Al-Farid (w.632 H);
11. Ibnu Arabi (w.638 H);
12. Abd Al-Haq Ibnu Sabi’in Al Mursi (w.669 H).
Tentang Ajaran
Tasawuf falsafi cenderung mengeluarkan ajaran yang terkesan rumit dan sulit dipahami karena ajarannya diperoleh dari pengalaman spiritual para tokohnya. Di antaranya terdapat lima ajaran yang dapat dirangkum dan dijelaskan secara sistematis:
1. Al-Ittihad
Al-Ittihad merupakan sebuah tingkatan di mana seorang sufi telah merasa dirinya menyatu dengan Tuhan. Jika dibahasakan, proses ittihad adalah melangkah naiknya jiwa manusia ke hadirat Tuhan. Terjadi pertukaran antara yang mencintai dan dicintai, antara hamba dengan Tuhan. Ajaran ini dicetuskan oleh Abu Yazi al-Bustami.
2. Al-Hulul
Al-Hulul dipandang secara bahasa berarti menempati. Dan dalam istilah tasawuf, hulul merupakan ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia-manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan dihilangkan. Ajaran ini pertama kali dicetuskan oleh Abual-Mugis al-Husein bin Mansur atau yang lebih dikenal dengan nama “al-Hallaj”.
3. Wahdatul Wujud
Wahdatul Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yakni “wahdat” dan “al-wujud”. Wahdat artinya sendiri atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Secara harfiah wahdatul wujud berarti “kesatuan eksistensi”. Doktrin ini tidak mengakui adanya perbedaan antara Tuhan dengan makhluk, seandainya ada, maka hanya kepercayaan kepada Tuhan itu merupakan keseluruhan. Sedangkan makhluk adalah bagian dari keseluruhan tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam ini, karena tidak ada satu pun di alam ini kecuali wujud Tuhan. Ajaran ini dicetuskan oleh Muhyiddin Ibnu Arabi.
4. Fana dan Baqa
Fana dan Baqa adalah lenyapnya kesadaran dan kekal. Dari segi bahasa, fana berarti hancur, hilang, musnah, atau tiada. Sementara baqa berarti tetap dan kekal (lawan dari fana).
5. Isyraq
Isyraq berarti; bersinar, terbit, atau memancarkan cahaya. Isyraq berkaitan dengan cahaya, yang pada umumnya digunakan sebagai lambang kebahagiaan, kekuatan, ketenangan dan hal-hal lain yang membahagiakan.
Menurut Ibnu Khaldun yang dikutip dalam karyanya Al Ma’rifat, fokus dari kajian Tasawuf Falsafi ini ada tiga:
- Kajian tentang hakikat dari sifat-sifat Tuhan, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat dari alam ghaib dan yang nyata, serta susunan kosmos beserta penciptaannya. Pada umumnya para filosof dalam kajian dan latihan rohaniahnya melakukan zikir-zikir dengan meninggalkan keduniaan dan membuka kekhusyukan terhadap Allah Swt.
- Latihan yang bersifat kebatinan atau rohaniah dengan menggunakan rasa dan intuisi, meleburkannya dengan introspeksi diri secara mendalam.
- Pengungkapan teori dengan istilah yang filosofis. Istilah tersebut tidak dapat dipahami seutuhnya oleh masyarakat awam. Istilah tasawuf falsafi hanya bisa dimengerti oleh para tokoh tasawuf falsafi itu sendiri.
Pada hakikatnya, ciri dari tasawuf falsafi adalah menggabungan antara pemikiran atau rasionalitas dengan perasaan (dzauq). Aliran ini mendasarkan ajarannya pada dalil naqli dan diungkapkan dalam istilah-istilah filosofis.
Sumber: Diskusi Lakpesdam “Halaqah Ilmiah: Tasawuf dalam Kajian Falsafi” pada Senin, 27 Februari 2023
Penulis: Suprianto (aktivis Lakpesdam NU Sudan)
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)