Jaga NKRI dari Bahaya Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme

Sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menanamkan satu kesatuan untuk menjaga keutuhan tanah air dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan pedoman masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupannya. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan, serta nilai keadilan sebagaimana termuat dalam Pancasila.

Baca juga Anti Pancasila

Pada zaman kemerdekaan dahulu Pahlawan adalah sosok yang berjuang yang ikut ke medan peperangan untuk menjaga keutuhan NKRI dan mengusir penjajah dari Bumi Pertiwi. Namun, sekarang pahlawan sejati bisa diwujudkan dengan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang nyata-nyata ingin memecah belah NKRI.

Banyak teladan yang bisa diambil bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, dalam melindungi NKRI dari berbagai macam gangguan dengan sikap kejujuran, integritas, tanpa pamrih, dan toleran. Contoh sikap kepahlawanan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang merupakan salah satu tokoh figur yang patut dicontoh dalam menghargai persatuan dan keberagaman di Indonesia. Beliau sebagai seorang ulama dan nasionalis yang memiliki jiwa toleransi yang luar biasa dalam melihat berbagai persoalan kebangsaan yang ada.

Bahaya Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme

Kini Indonesia tengah menghadapi pemahaman berbahaya tersebut. Sebagai warga Indonesia kita turut prihatin dan mengutuk secara keras aksi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Karena sejatinya pemahaman Radikalisme adalah pemahaman yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan kekerasan dan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada. Ciri-cirinya adalah mereka intoleran atau tidak memiliki toleransi pada golongan yang memiliki pemahaman berbeda di luar golongan mereka. Cenderung fanatik, eksklusif, dan tidak segan menggunakan cara-cara anarkis.

Sedangkan kelompok ekstremis merupakan kelompok yang menganut pemahaman kekerasan ekstrem, cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti demokrasi dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka. Sedangkan terorisme, menurut UU. Nomor 15 Tahun 2003, adalah penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang lain secara meluas dan menimbulkan korban yang bersifat massal. Juga mengakibatkan kerusakan atau kehancuran obyek-obyek vital strategis, lingkungan hidup fasilitas publik, dan fasilitas negara.

Kekerasan ekstrem melalui aksi teror dipengaruhi banyak hal, mulai dari pengaruh faktor yang bersifat internasional seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, juga dipengaruhi faktor domestik seperti ketidakadilan, ketidaksejahteraan, dan kekecewaan pada pemerintah. Di luar faktor internasional dan domestik, faktor lainnya adalah faktor kultural, yaitu karena pemahaman agama yang dangkal yang disebabkan karena penafsiran agama yang sempit dan tekstual serta indoktrinasi ajaran agama yang salah.

Generasi muda harus mengambil contoh dari para pahlawan yang memperjuangkan NKRI seperti Gus Dur sebagai ulama besar yang memiliki keluasan ilmu agama dan nasionalis dan juga memiliki sifat toleransi yang luar biasa yang tertanam dalam diri beliau sebagai Insan muslim yang rahmatan lil ‘alamin. Kita secara tegas dan sepakat bahwa radikalisme, ekstremisme, dan terorisme merupakan pemahaman ideologi yang bertentangan dengan pandangan masyarakat dan negara. Maka perlu ada upaya yang sistematis untuk mengatasinya.

Pertama, melalui pendidikan. Pendidikan perlu mengedepankan pendekatan karakter budaya Indonesia yang terkenal ramah tanpa kekerasan. Perlunya menanamkan karakter orang Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, agama, suka, dan perbedaan lainnya yang dimiliki bangsa Indonesia sejak dulu. Karakter-karakter inilah yang perlu ditanamkan dalam semua elemen pendidikan sejak dini.

Kedua, melakukan kempanye-kempanye Islam rahmatan lil ‘alamin. Islam ramah, Islam subtansif, Islam santun dan bermartabat, Islam yang bertoleran, Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesatuan tanpa pandang bulu, kulit, ras, suku, dan lain sebagainya. Pemahaman Islam inilah yang harus diaplikasikan oleh umat Islam dalam bermasyarakat dan bernegara. Dan penguatan pemikiran kebangsaan juga harus ditanamkan oleh semua elemen masyarakat di tanah air sabagai konsep dasar HUBBUL WATHAN MINAL IMAN.

Ketiga, melakukan pembinaan keluarga, keluarga mempunyai peran vital dalam menjaga peran keluarga dalam menjaga pembinaan melalui pengajian tertentu. Ini juga perlu adanya perhatian dan kehati-hatian atas pengajian yang sifatnya “tertutup” atau tidak terbuka untuk umum. Dengan melihat beberapa aspek dari latar belakang pengajarnya, mengajarkan kedamaian atau kebencian, dan lain-lain guna meminimalisir masuknya idiologi yang memecah keutuhan NKRI.

Keempat, melalui penceramah atau dai untuk memberikan pencerahan dan pemahaman cara beragama yang benar dengan materi cinta tanah air, menjaga hablum minallah dan hablum minannas. Menjelaskan sebenarnya apa makna jihad dalam Islam sehingga diharapkan tidak ada lagi kesalahan dalam memahami jihad tersebut.

Yang tidak kalah penting adalah keberadaan sosial media yang menjadi tantangan besar karena sosial media bisa sangat anarkis tanpa bisa dikendalikan secara langsung. Bahkan semua orang bisa menulis dan melakukan propaganda tanpa diiringi rasa tanggung jawab. Oleh karena itu, peran keluarga, lingkungan, budaya, agama, dan kebangsaan sangat penting untuk melindungi generasi muda dari propaganda radikalisme dan terorisme melalui media sosial.

Penulis: Sa’idul Arfan, S.Ag (Kader LTN NU Sudan)

Tinggalkan Balasan