Ilmu waris adalah ilmu yang mengatur harta seseorang yang telah meninggal untuk dibagikan ke ahli warisnya dengan kaidah yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Nama lain dari ilmu waris ini adalah ilmu mawaris, faraidl, dan tarikah.
Baca juga Isra’ Mi’raj Perspektif Ilmu Pendidikan
Hukum mempelajari ilmu ini ialah fardlu kifayah, yaitu ketika di suatu daerah sudah ada yang mempelajarinya dan mengajarkannya maka kewajiban tersebut sudah gugur. Akan tetapi jika tidak ada maka hukumnya berubah menjadi wajib (fardlu) bagi semua penduduk wilayah tersebut dan menanggung dosa jika tidak ada yang melakukan.
Faidah mempelajari ilmu waris ini ialah memberikan hak harta warisan kepada yang berhak mendapatkannya dan mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan dan yang tidak mendapatkan warisan. Mengingat bahwa harta menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan kepemilikan harta akan berakhir bersamaan dengan datangnya ajal.
Lantas siapa yang berhak mengelola atau mewarisi harta tersebut?
Maka di sini Allah Swt. mengatur tentang harta warisan dan berfirman dalam surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176. Di ayat tersebut Allah menjelaskan syarat dan bagian-bagian yang diterima ahli waris. Ada pula hadis-hadis Rasulullah saw. yang berkaitan dengan warisan, baik syarat, rukun, penghalang, dan sebab mendapatkan warisan.
Pada hakikatnya ilmu mawaris ada 3 poin utama, yaitu: pertama, menentukan siapa yang mendapatkan warisan. Kedua, menentukan siapa yang tidak mendapatkan warisan. Ketiga, menentukan berapa bagian yang didapatkan oleh masing-masing ahli waris.
Tiga hal ini sebenarnya tidak begitu pusing dan ribet. Nyatanya sudah dijelaskan oleh para ulama tentang tiga poin tersebut dan kita menghafalnya saja. Yang menjadi permasalahannya adalah ketika prakteknya akan terjadi konflik di antara keluarga karena satu sama lain tidak terima akan jatah yang dibagikan masing-masing, inilah yang sering terjadi .
Salah satu prediksi Rasulullah saw. menyatakan bahwa ilmu waris ini adalah ilmu yang pertama kali diangkat oleh Allah sebelum ilmu lain:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا أبا هريرة تعلموا الفرائض وعلموها فإنه نصف العلم وهو ينسى، وهو أول شيء ينزع من أمتي.
“Wahai Abu Hurairah, belajarlah ilmu faraid dan ajarkanlah karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu. Dan ilmu itu adalah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.”
Seperti yang diungkapkan oleh pengarang nazam Roabiyah:
بأنه أول علم يفقد ** في الأرض حتى لا يكاد يوجد
Hadis Nabi Muhammad saw. diriwayatkan oleh Imam Hakim dari ibn Mas’ud:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (تعلموا الفرائض وعلموها الناس ،فإني امرؤ مقبوض ،وإن هذا العلم سيقبض ،وتظهر الفتن، حتى يختلف الرجلان في الفريضة فلا يجدان من يفصل بينهما) صححه الحاكم وغيره ،وحسنه المتأخرون
Hadis di atas menjelaskan poin yang kita ambil, di mana ada dua orang laki-laki yang berbeda pendapat dalam masalah warisan, namun keduanya tidak menemukan seseorang yang bisa memisahkan perseteruan di antara keduanya .
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang mahir dalam ilmu mawaris ini, seperti Umar, Abu Bakar, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, dan Zaid bin Tsabit. Namun, di antara mereka ada yang lebih menguasainya, yaitu sahabat Zaid bin Tsabit seperti apa yang dikatakan Rasulullah أفرضكم زيد.
Dalam masalah warisan pun tentu berbeda pendapat dari kalangan imam madzhab empat, yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’I, dan Hambali. Imam Syafi’I, mayoritas madzhab yang kita ikuti, lebih condong sependapat dengan Zaid bin Tsabit dalam urusan mawaris atau faraid ini.
Seperti apa yang dinazamkan Imam Rohabi:
فكان أولى باتباع التابعي ** لا سيما وقد نحاه الشافعي
Dan Imam Burhani:
لا سيما والشافعي موافق ** له وفي اجتهاده مطابق
Indikasi kuat bahwa ilmu waris ini mulai terlupakan karena tidak banyak yang mempelajarinya, memperhatikannya, apalagi melaksanakannya. Kita lihat saja di suatu desa, ada berapa jumlah keluarga yang mengamalkan pembagian harta warisan ini mungkin bisa dihitung pakai jari. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa pembagian waris ini tidak adil. Padahal syariat Islam telah mengaturnya. Allah berfirman:
فَرِیضَة مِّنَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِیمًا حَكِیما
Hukum waris ini adalah kewajiban dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui (yang terbaik bagi hamba-Nya dan jangan berkata dan menuduh bahwa hukum waris ini tidak adil) dan Maha Bijaksana .
Konsekuensi bagi mereka yang mengamalkan dan tidak mengamalkan perintah Allah tersebut disebutkan pada surat An-Nisa ayat 13 dan 14.
{تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن یُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ یُدۡخِلۡهُ جَنَّـٰت تَجۡرِی مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِینَ فِیهَاۚ وَذَ ٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِیمُ}
“Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.”
{وَمَن یَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَیَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ یُدۡخِلۡهُ نَارًا خَـٰلِدا فِیهَا وَلَهُۥ عَذَاب مُّهِین}
“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.”
Baca juga Muhasabah di Akhir Tahun
Penulis: zoelbasith
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)