Universalitas Islam Antara Idealita dan Realita

universalitas Islam

HALAQAH AWM no: 117, hari Jumat, 04 November 2022 M. mengusung topik “Universalitas Islam Antara Idealita dan Realita”. Forum tersebut menghadirkan sejumlah tokoh dan pakar dari kalangan kiai, professor, dan rektor. Masing-masing telah menyampaikan arah pandangnya dari sisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka, dan tulisan ini adalah tambahan dari apa yang sudah disajikan pada forum tersebut.

Baca juga Konsep Hakimiyah Islam Radikal

Yang dimaksudkan dengan universalitas Islam adalah Agama Islam telah dipilih oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai agama yang Dia ridai untuk semua umat manusia sampai hari Kiamat. Islam adalah agama yang komprehensif, cocok untuk semua segi kehidupan, menutupi semua permintaan umat manusia, tepat untuk diimplementasikan pada setiap masa dan ruang, tidak dikhususkan untuk suatu negara, bangsa, atau keturunan mana pun. Islam mampu sebagai agama universal karena ia adalah agama yang komprehensif, sempurna, dan abadi.

Prof. Dr. Muhammad at-Thayyib an-Najjar, guru besar sejarah Islam di Universitas Azhar Mesir, telah menulis pada kalimat pendahuluan atau kata-kata sambutan dan penghargaan pada buku “Muhammad Nabiyyul Islam” yang ditulis oleh Muhammad Izzat Ismail at-Thahthawy sebagai berikut:

Syariat Allah untuk umat manusia satu, dan risalah-risalah-Nya kepada para nabi akan abadi, akarnya memanjang dari manusia pertama, yaitu Adam, nenek moyang umat manusia, dan cabangnya akan berakhir dengan berakhirnya jenis umat manusia, dan kembalinya mereka kepada Tuhan sekalian alam. Dan apabila Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam bin Abdullah adalah penutup para Rasul dan Nabi, maka risalahnya senantiasa menyambung dengan umat manusia sampai sekarang ini, bahkan akan senantiasa menyambung sampai hari Kiamat yang akan diemban oleh para khulafa dan para ulama dari umatnya sepanjang masa.

Allah ta’ala telah menetapkan untuk umat manusia satu agama, esensinya dan dasar-dasarnya menyatu, belum pernah berubah dengan penggantian para nabi, tidak pernah diganti dengan pergantian zaman dan masa. Namun, dasarnya adalah mentauhidkan Allah dan ikhlas menjalankan ibadah kepada-Nya. Penyangga-penyangganya mendistribusikan keadilan di kalangan manusia, mengatur hubungan antara perorangan dan kelompok, mendidik hati nurani dengan materi keagamaan agar di depan dan di belakang manusia ada undang-undang yang menghukum, yang mewajibkan, yang memonitor, dan yang memperhitungkan.

Begitulah dulunya para nabi, dari sejak nenek moyang mereka Adam a.s. sampai nabi penutup, Muhammad bin Abdullah. Mereka adalah naungan yang mengayomi, diciptakan oleh Allah sebagai tempat kembali umat manusia, dan dengan naungan tersebut manusia akan mendapat nikmat dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan para Nabi dan Rasul adalah mercusuar yang bersinar-sinar memperlihatkan tanda-tanda kebenaran dan menyingkap rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan meletakkan pandangan dan hati sanubari umat di atas petunjuk dan cahaya.

Dan kepada makna yang kami jelaskan di atas, yaitu kesatuan agama-agama langit semuanya pada esensinya dan dasar-dasarnya, al-Quran mengisyaratkan seperti firman Allah pada surah as-Syura ayat 13:

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.

Dan seperti itu pula yang diisyaratkan oleh firman Allah SWT pada surah an-Nisa; ayat 163-165:

(163) “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud”.

(164) “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu sebelumnya, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”.

(165) (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Atas dasar itulah maka tidak salah bila kita mengatakan bahwa kandungan kitab-kitab langit semuanya dari segi prinsip-prinsip keagamaan yang utama dan idealitas-idealitas budi pekerti yang luhur adalah satu kitab, bab, dan pasalnya berbilang-bilang tetapi target dan tujuannya sama. Cara atau gayanya berbeda-beda tetapi petunjuk dan maknanya sama. Kemungkinan inilah yang bisa kita pahami dari al-Quran ketika berbicara tentang agama secara umum, Allah Swt. berfirman pada surah Ali Imran ayat 19:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”.

Dan firman Allah Swt. pada surah Ali Imran ayat 85:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

Dan itu juga yang kita pahami ketika al-Quran menyebut wasiat Nabi Ibrahim kepada anak-anaknya seperti yang dikisahkan oleh Allah pada surah al-Baqarah ayat 132:

“Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Karena agama Islam adalah agama yang murni menyeru kepada beribadah kepada Allah Swt., tunduk pada perintah-Nya, taat dan bertakwa kepada-Nya meskipun jumlah nabinya berbilang-bilang dan jumlah da’inya banyak.

Sesungguhnya al-Quran telah berbicara tentang sebagian nabi sebelumnya, dan al-Quran telah menceritakan kepada kita tentang dasar-dasar yang dibangun di atas dakwahnya, ia juga telah mengabari kepada kita tentang kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka, dan yang terpenting adalah Taurat dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Nabi Isa.

Hal itu menegaskan bahwa Yahudi dan Nasrani keduanya adalah agama langit sebelum Islam. Jika tidak terjadi pertarungan antara keduanya, tidak terjadi kerusakan dan keguncangan, tidak terjadi meraja-lelanya penyimpangan dan pemalsuan pada esensi keduanya yang orisinil, dan tidak terjadi penodaan pada substansinya, seperti menjadikan Tuhan itu punya anak, menjadikan Nabi itu Tuhan, menjadikan Tuhan yang satu menjadi tiga. Kalau bukan karena hal tersebut niscaya kedua agama, Yahudi dan Nasrani, akan menyatu pada satu agama, kedua agama tersebut akan bertemu dengan agama Islam yang lurus, akan berhimpun di bawah benderanya, dan tidak akan tersisa kecuali hanya agama Islam, yaitu agama Allah yang murni yang disyariatkan untuk berdedikasi kepada umat manusia dan menyelamatkan alam semesta dari bencana dan bahaya yang mengelilinginya.

Dan sudah menjadi kehendak Allah bahwa Dia akan menjadikan agama Nabi Muhammad saw. adalah untuk alam semesta. Maka Allah telah mengambil sumpah dan perjanjian kepada para Nabi dan Rasul untuk mereka beriman kepada Nabi Muhammad jika beliau datang kepada mereka dan membenarkan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka.

Hal tersebut dimaksudkan sebagai peringatan kepada semua umat dan bangsa yang menjumpai masa Nabi Muhammad saw. untuk beriman kepadanya, membenarkan dakwahnya, karena dakwah beliau adalah dakwah yang benar yang tidak didatangi oleh kebatilan, karena dakwah beliau adalah dakwah yang universal yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt. keabadiannya sampai langit terbelah dan bintang-gemintang meredup dan bumi diganti dengan bumi dan langit yang lain. (lihat: at Thahthawy, Muhammad Nabiyul Islam, Hal: 04 dan setelahnya).

Dan seperti itu pula yang ditulis oleh Dr. Ahmad Syalaby di dalam bukunya, Muqaranatul Adyan wal Istisyraq, bahwa semua agama telah sepakat tentang esensi dan dasar-dasarnya secara umum, yaitu mentauhidkan Allah Swt. dan meninggalkan menyembah patung, kemudian berkembang seiring dengan perkembangan peradaban umat manusia dan kesiapan mereka untuk mengemban rincian-rincian yang lebih luas, pengkajian-pengkajian yang lebih mendalam dan konsekuensi-konsekuensi yang lebih banyak. Al-Quran telah menjelaskan tentang risalah-risalah sebelum Islam dalam beberapa ayat berikut ini:

1 – Pada surah Fathir ayat 24 Allah Swt. berfirman:

Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”.

2 – Pada surah Yunus ayat 47 Allah Swt. berfirman:

“Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya”.

3 – Pada surah an-Nahl ayat 26 Allah Swt. berfirman:

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”.

4 – Pada surah ar-Rum ayat 47 Allah Swt. berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup)”.

5 – Pada surah al-Anbiya’ ayat 25 Allah Swt. berfirman:

“Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian kepada-Ku”.

6 – Pada surah Nuh ayat 2-3 Allah Swt. berfirman:

“Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku”.

Demikian, dulunya risalah-risalah langit sebelum Islam tidak komprehensif, sehubungan dengan dakwah tidak mempunyai rincian yang sempurna, ia hanya mengandung suatu yang mampu diterima dan dipahami oleh akal pikiran manusia saat itu. Ia tidak komprehensif untuk umat manusia, ia hanya terbatas untuk suatu kaum secara khusus. Kemudian datanglah risalah Islam sebagai penutup risalah-risalah langit. Atas dasar itu maka diharuskan padanya faktor-faktor yang menjadikannya layak pada setiap masa dan ruang. Dan yang paling penting dari semua faktor tersebut adalah mencakup warna yang luas dari segi pendidikan di berbagai lapangan, seperti sistem warisan, pernikahan, perceraian, perpolitikan, perekonomian, dan lain-lain.

Demikian juga pada risalah Islam harus ada ijtihad (jurisprudensi) dan diperbolehkan hanya bagi ulama yang mencapai tingkat khusus di bidang ilmu pengetahuan agama tanpa memandang jenis kewargaan dan tanpa membedakan warna kulit. Tugas para mujtahid adalah menjelaskan kepada umat hukum peristiwa-peristiwa baru di dalam batas-batas umum yang sudah diatur di dalam agama.

Dan termasuk faktor dari risalah Islam adalah mengakui dengan risalah-risalah langit sebelumnya dan semua kitab yang dibawa oleh para Rasul sebelum Islam. Hal ini adalah suatu yang lumrah karena semua risalah langit sumbernya atau datangnya dari Allah Swt. dan isi kitab-kitab tersebut adalah ajaran dari Allah Swt. sebelum terjadinya penyimpangan. Tentu sudah lumrah bila risalah Islam sebagai penutup semua risalah langit akan mengandung sesuatu yang cocok untuk diabadikan dan menambahkannya.

Atas dasar itu, maka al-Quran menjelaskan bahwa menjadi keharusan atas setiap muslim untuk mengakui para rasul sebelumnya, mengakui kitab-kitab mereka yang benar (yang tidak mengalami perubahan), dan mengakui semua prinsip-prinsip yang dibawa oleh para rasul tersebut. Allah Swt. berfirman pada surah al-Baqarah ayat 123:

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

Dan pada surah al Baqarah, ayat 285 Allah SWT berfirman:

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’”.

Maka jelaslah dari ayat-ayat di atas bahwa beriman kepada risalah-risalah langit sebelum Islam adalah bagian dari ajaran Islam. Begitu pula telah jelas dari ayat terakhir bahwa Islam mewajibkan atas setiap kaum muslim untuk tidak membeda-bedakan antara para rasul dalam urusan pengakuan kepada mereka dan kitab-kitab mereka yang sahih (yang belum mengalami perubahan). Atas dasar kesemuanya itu baru seseorang dianggap memeluk agama Islam. Dan semuanya mengetahui bahwa agamanya tempat penghormatan, nabinya tempat kemuliaan, dan kitabnya yang sahih (yang belum mengalami perubahan) yang diturunkan kepada Rasul-Nya tempat penghargaan pada masanya.

Namun, beriman kepada yang dibawa oleh para Rasul sebelum Islam mewajibkan kita untuk mengetahui mana sebenarnya yang dibawa oleh Rasul. Hal itu menuntut kepada kita untuk menghilangkan semua takhayul dan kebohongan-kebohongan yang dimasukkan oleh sebagian pengikut agama-agama tersebut ke dalam ajaran agama-agama mereka.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa risalah-risalah sebelum Islam sifatnya khusus tapi risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bersifat universal?

Untuk menjawab pertanyaan ini sangatlah mudah, karena sudah lumrah bila risalah-risalah sebelum Islam akan berbilang-bilang dan setiap risalah untuk kelompok khusus, karena dua sebab sebagai berikut:

1 – Dulunya tidak ada konsultasi antara umat sebelum Islam. Setiap umat hidup dalam pengasingan diri atau setengah isolasi dari umat-umat yang lain karena tidak adanya alat komunikasi dan hubungan, dan karena perbedaan adat kebiasaan dan sarana-sarana kehidupan, kemudian karena bermacam-macam bahasa dan sedikitnya orang-orang yang mementingkan untuk mempelajari bahasa-bahasa yang bukan bahasanya. Sebab itulah maka Allah Swt. telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul, karena seorang Rasul untuk semua umat pada masa itu tidaklah mampu memenuhi target risalah-risalah langit.

2 – Karena isolusi tersebut telah menjadikan perbedaan dalam tingkat ilmu pengetahuan sehingga sesuatu yang tekadang cocok untuk satu kelompok umat manusia belum tentu akan cocok untuk kelompok lain.

Karena dua sebab tersebut maka Allah SWT mengutus kepada setiap umat seorang Rasul yang mengajarkan mereka prinsip keagamaan secara umum, yaitu mentauhidkan Allah Swt., beriman kepada malaikat, kepada kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada Hari Akhirat. Kemudian mengobati penyakit-penyakit yang mewabah di kalangan mereka.

Adapun risalah Islam (Muhammad saw.) sesungguhnya sudah lumrah ia akan universial karena kedua sebab yang terjadi pada umat sebelum Islam sudah tidak ada lagi. Dunia tidak lagi terkotak-kotakkan atas beberapa teritorial kemudian masing-masing akan hidup dalam pengasingan. Namun, alat-alat komunikasi telah menjalar ke semua pelosok dunia dan telah banyak orang-orang mempelajari bahasa-bahasa asing sehingga semua umat sudah menyambung dan sudah mudah untuk diterapkan kepada mereka satu risalah.

Kemudian tingkat ilmu pengetahuan tidak berbeda jauh antara sebahagian besar dari mereka. Dan karena tersedianya alat-alat transportasi maka alat-alat cetak tersebar luas, begitu pula perpindahan guru-guru, pelajar-pelajar, dan peredaran buku-buku ke semua belahan dunia menjadi mudah. Akibatnya terjadilah pertukaran timbal-balik tentang ilmu pengetahuan antara satu negara dengan negara lain, tidak lagi terjadi kesenggangan yang luas dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan antara bangsa-bangsa dunia. Dan hal itu adalah sebagai indikasi untuk diutusnya seorang Rasul untuk semua umat manusia.

Sesungguhnya ayat-ayat al-Quran telah menetapkan keuniversalan risalah Islam (Muhammad saw.) dan menetapkan bahwa risalah Islam adalah penutup semua risalah, yaitu tidak akan ada lagi risalah langit yang akan menyusulnya.

Pada surah Saba’ ayat 28 Allah Swt. berfirman:

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan”.

Pada surah al-A’raf ayat 158 Allah Swt. berfirman:

“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”.

Pada surah al-Furqan ayat 01 Allah Swt. berfirman:

“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”.

Pada surah al-Anbiya’ ayat 107 Allah Swt. berfirman:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Pada surah al-Ahzab ayat 40 Allah Swt. berfirman:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi”.

Seperti yang sudah kami tulis sebelumnya, bahwa masa telah membuktikan keuniversalan risalah Muhammad saw. dan ia adalah penutup para Nabi. Risalah Nabi Muhammad saw. telah berkembang dengan sukses ke semua belahan dunia, dan telah berlalu berabad-abad terbukti tidak pernah muncul seorang Rasulullah setelah Rasulullah saw. sementara sebelum Rasulullah saw. para Rasul masanya berdekatan atau bersamaan pada satu masa.

Maulana Muhammad Ali menulis di dalam bukunya, The Religion of Islam, Nabi Muhammad saw. tidak hanya diutus kepada seluruh umat manusia sebagai rahmatan untuk alam semesta. Namun, Rasulullah saw. datang untuk menyampaikan berita yang menggembirakan dengan hanya ada satu agama untuk semua umat manusia, dasarnya beriman kepada Rasul setiap umat dari semua umat sebelumnya, dan Rasulullah saw. menyeru kepada persamaan dan persatuan antara semua umat.

Islam mengakui dengan semua agama langit sebelumnya, seperti yang kami tulis sebelum ini, dan mengharuskan kepada semua pengikutnya untuk mengakui semua risalah tersebut beserta dengan para Rasul yang mengembannya kepada kaum mereka. Tetapi keharusan tersebut terkait dengan masa lalu, yaitu setiap Rasul sebelum Rasulullah saw. diutus khusus untuk kaumnya.

Adapun yang berkaitan dengan masa sekarang dan masa depan sesungguhnya risalah Islam (Muhammad saw.) telah menutup semua risalah sebelumnya, Allah Swt. berfirman pada surah Ali Imran ayat 19:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”.

Dan pada surah Ali Imran ayat 85 Allah Swt. berfirman:

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya”.

Sesungguhnya risalah Islam mengandung prinsip-prinsip yang lebih penting dari apa yang ada pada risalah-risalah sebelumnya. Dan menambah kepadanya sesuatu yang dibutuhkan oleh umat manusia dalam segala segi kehidupan sepanjang perjalanannya sampai Hari Kiamat.

Allah Swt. berfirman pada surah asy-Syura ayat 13:

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa”.

Allah Swt. berfirman pada surah al-Maidah ayat 48:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu”.

Allah Swt. berfirman pada surah al-Fath ayat 28:

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi”.

Para ahli tafsir mentafsirkan ayat pertama dari ketiga ayat di atas, bahwa sesungguhnya Allah Swt. mensyariatkan bagi kaum muslim agama yang menghimpun semua ajaran yang dibawa oleh sejumlah Nabi mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Isa. (lihat: Tafsir Baidhawi, Hal: 485).

Pada ayat kedua dari ketiga ayat di atas ditafsirkan bahwa sesungguhnya al-Quran adalah gambaran terakhir bagi kitabullah yang satu, yang asal dan arah pandangnya satu, yang menutupi semua kebutuhan umat manusia, sehingga setelah tersingkap dan jelas bagi umat manusia tentang realitas-realitas besar yang dibangun di atasnya fondasi-fondasi kehidupan. Wahyu terputus agar akal pikiran umat manusia bergerak pada batas-batas realita yang besar itu tanpa khawatir dari terjadinya kesalahan selama memelihara batas-batas tersebut. Maka atas dasar itu, semua ketentuan hukum harus dikembalikan kepada kitab yang terakhir ini (al-Quran) yang berisi semua yang tersisa dari syariat Allah Swt. dari semua kitab dan meletakkannya dalam bentuk terakhir yang akan kekal sampai Hari Kiamat. (Lihat Dhilalul Qur’an: 6 / 66-67)

Pada ayat ketiga dari ketiga ayat di atas ditafsirkan: Sesungguhnya Allah Swt. telah mengutus Muhammad saw. dengan Islam, agama tauhid yang benar dan abadi untuk mengatasi semua agama dan kepercayaan dengan menghimpun sebaik-baik apa yang ada padanya dan menambah kepadanya sesuatu yang menjadi kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat. (Lihat: An-Nasafy, al-Qurthuby, dan al-Kasysyaf).

Karena itu Islam mencakup prinsip-prinsip yang tidak disebut pada agama-agama lain, karena manusia telah maju dan sudah seharusnya akan mengetahui hukum-hukum Allah Swt. pada semua urusan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu pemikiran-pemikiran Islam telah diperkaya dengan berbagai variasi pada setiap problematika kehidupan yang membutuhkan pengarahan dari langit (agama), seperti sistem berpolitik, sistem perekonomian, sistem kehidupan sosial, sistem pertahanan, sistem hubungan internasional, dan lain-lain. (Lihat: Syalaby, Muqaranatul Adyan, Hal: 272-278).

Agama Islam adalah agama yang sejalan dengan karakter yang sehat, Allah Swt. telah menegaskan realita ini pada firman-Nya pada surah ar-Rum ayat 30:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”.

Oleh sebab itu menjalankan perundang-undangannya akan memberikan kenyamanan, ketenteraman, kebahagiaan, dan keamanan.

Islam adalah agama yang menganugerahkan kepada dunia peradaban kemanusiaan pada semua bidang ilmiah dan budi pekerti, terbuka untuk agama lain dan mengakuinya, berdiri tegak di atas prinsip univesalitas, lalu mengemban tanggung jawab dengan amanah dari Allah Swt. tanpa membedakan lapisan masyarakat atau keturunan atau yang lain. Namun, ia bermuamalah dengan semua orang atas dasar keadilan, persamaan, dan kasih sayang sesuai dengan ketentuan keesaan Allah Swt. yang membangun dasar yang orisinil yang mempersatukan semua nabi dan risalah mereka di bawah panji-panjinya.

Islam adalah agama yang mempertemukan kerinduan ruhaniah, tuntutan jasmaniah, dan pandangan akal pikiran. Ia benar-benar agama yang moderat, pertengahan, dan seimbang di mana agama Islam melakukan keseimbangan pada hak-hak dan kewajiban, mempertemukan antara idealita dan realita, mengakui kepemilikan perorangan tanpa melakukan penetrasi pada kepentingan perkumpulan manusia.

Islam adalah agama yang mengemban semua faktor kehidupan yang mulia dan lurus. Ia tidak memisahkan agama dengan realita kehidupan. Namun, ia menjadikan syariah-syariahnya, hukum-hukumnya, dan peraturan-peraturannya sebagai obor penerang bagi kehidupan yang aman di dunia dan mendatangkan kebahagiaan ketika bertemu dengan Sang Pencipta. Allah Swt, berfirman pada surah al-A’raf ayat 96:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”.

Dan inilah yang diabaikan oleh peraturan-peraturan positif dengan metodenya yang terbatas sehingga gagal membawa umat manusia kepada kemakmuran dan kebahagiaan. Wallahu a’lam.

Khalidiyah 01, Makkah al-Mukarramah

Ahad, 19 Rabi’ Tsani 1444 H – 13 Nopember 2022 M.

Dr. Ahmad Fahmy al-Anfanany (Rais Syuriyah PCINU Arab Saudi)

One Response

Tinggalkan Balasan