Esensi Hari Pahlawan dalam Proses Pembentukan Karakter Generasi Milenial

Dewasa ini, perkembangan zaman telah mengubah pola pikir orang tentang pahlawan, tidak sedikit kaum milenial melupakan jasa-jasa para pahlawan, sehingga oleh pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Momentum Hari Pahlawan biasanya melakukan ceremony di masing-masing instansi. Ceremony yang dilakukan bukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan, melainkan sebagai ajang untuk mengintrospeksi diri. Sudah sejauh mana kita dapat mewarisi jiwa-jiwa patriotik para pahlawan, mempersiapkan diri agar bisa melanjutkan perjuangan mereka di masa mendatang, mengisi kemerdekaan dengan semangat juang untuk terus menjadikan Indonesia menjadi negara makmur seperti yang diimpi-impikan. Kebanyakan orang berpikir peringatan Hari Pahlawan hanya sebuah bentuk penghormatan, padahal lebih dari itu.

Baca juga Debu dan Air; Tinjauan Bahasa dan Budaya Arab

Hari pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November bukanlah sekedar momentum untuk mengenang jasa atas perjuangan para pahlawan, melainkan ada tujuan yang lebih mendalam di balik hal tersebut. Sebagian besar masyarakat Indonesia memperingati hari pahlawan dengan melakukan ceremony di masing-masing instansi. Pada dasarnya, ceremony yang dilakukan bukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan, melainkan sebagai ajang untuk mengintrospeksi diri. Sudah sejauh mana kita dapat mewarisi jiwa-jiwa patriotik para pahlawan, mempersiapkan diri agar bisa melanjutkan perjuangan mereka di masa mendatang, mengisi kemerdekaan dengan semangat juang untuk terus menjadikan Indonesia menjadi negara makmur seperti yang diimpi-impikan. Tidak bisa dipungkiri dan sudah menjadi hukum alam bahwa akan terus terjadi pergantian generasi. Para pejuang akan tiba pada akhir masa perjuangannya dan estafet perjuangan yang dilakukan para pahlawan akan jatuh ke tangan generasi selanjutnya. Secara tidak langsung, setiap anak muda selaku generasi penerus sudah dibebankan tanggung jawab untuk menjadi seorang pahlawan.

Mayoritas masyarakat beranggapan bahwa yang dimaksud dengan pahlawan adalah seseorang yang berjuang membela negara dengan jiwa, raga dan harta. Akan tetapi jika kita menilik lebih jauh, makna pahlawan jauh lebih luas dari itu. Setiap perbuatan positif yang dilakukan oleh seseorang merupakan bagian dari keteladanan kita terhadap jiwa pahlawan, dan tanpa disadari, seseorang itu sudah berhak disebut sebagai pahlawan.

Menjadi seorang pahlawan tentu tidak bisa bermodalkan angan-angan belaka tanpa ada usaha untuk mengimbangi hal tersebut. Hal dasar yang harus dilakukan untuk menjadi pahlawan sejati adalah dengan membenah diri. Memperbaiki karakter-karakter yang tidak baik menjadi karakter yang sejalan dengan jiwa para pahlawan. Sehingga, di samping kita menghormati para pahlawan dengan melakukan ceremony, kita juga harus mengambil hikmah di balik momentum tersebut. Karena pada dasarnya, nilai kepahlawanan bersifat dinamis. Bisa menjadi lebih kuat atau bahkan melemah. Terlebih, bangsa ini membutuhkan generasi yang mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan memiliki pandangan yang luas. Sehingga sangat penting untuk terus menyuntikkan semangat jiwa pahlawan kepada generasi milenial agar tetap semangat menempuh pendidikan untuk bisa melanjutkan estafet perjuangan, karena pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sebab, melalui pengajaran yang baik, kita bisa mempersiapkan generasi yang berkualitas. Oleh karenanya, perbaikan karakter melalui lembaga pendidikan merupakan sebuah keniscayaan yang mutlak. Sehingga, setiap elemen pendidikan sudah seharusnya merasa bertanggung jawab atas hal tersebut demi kebaikan bangsa ke depannya.

Sejarah Perjuangan

Kembali membuka lembaran sejarah, di mana ketika para pejuang tanah air mengangkat senjata demi mempertahankan eksistensi bangsa, mempertaruhkan nyawa, mengorbankan seluruh yang mereka punya hanya untuk bisa melihat para masa depan bangsa mengukir senyum dan menghirup udara segar tanpa adanya tekanan dari para penjajah yang tidak punya hati. Bersamaan dengan hal tersebut, di momentum 10 November ini, sebagai generasi milenial yang peduli terhadap sejarah dan perjuangan para pahlawan, sudah semestinya kita menyadari bahwa di masing-masing pundak telah tersimpan tanggung jawab penuh untuk menjadi pahlawan-pahlawan selanjutnya. Mungkin di era modern saat ini tidak ada lagi perang melawan penjajah. Akan tetapi, ada hal yang lebih besar yang harus dilawan yakni bangsa sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bung Karno

“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tetapi perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri”

Berangkat dari ungkapan Bung Karno di atas, jika kita memperhatikan keadaan di zaman sekarang, ungkapan beliau benar adanya. Karena di zaman yang serba mudah ini membuat para pahlawan masa kini menjadi lebih santai dan tidak mau berperan. Kemudahan-kemudahan yang didapatkan saat ini membuat generasi khususnya kalangan remaja menjadi terlena dan menjadikan rasa peka terhadap keadaan bangsa kian redup. Mungkin itulah alasan Bung Karno memberikan ungkapan tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberaniannya membela kebenaran dan pejuang yang gagah dan berani. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah “keberanian membela kebenaran”. Otomatis setiap pelaku yang mencerminkan kalimat tersebut, berhak disebut pahlawan. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, untuk melakukan suatu kebaikan, tentu di dalam diri seseorang harus tertanam karakter yang baik. Secara umum, pembinaan karakter yang baik diperoleh dari proses pengajaran yang baik. Namun, jika kita melihat kondisi para pelajar saat ini, tidak sedikit dari mereka mengalami degradasi moral yang kebanyakan dipengaruhi oleh penggunaan gadget yang tidak terkontrol. Terlebih saat masa pandemi, proses belajar mengajar dilaksanakan secara daring. Sehingga para siswa akan lebih banyak menatap layar handphone dan lebih mengenal dunia internet. Apabila tidak terkontrol, maka gadget akan digunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga secara tidak sadar, karakter terpuji yang seharusnya terpelihara pelan-pelan terkikis oleh hal tersebut. Inilah maksud dari ungkapan Bung Karno di atas, bahwa yang sulit untuk dilawan saat ini adalah bangsa sendiri yang kadang tidak bisa mengontrol keinginan yang tidak baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam munabbihat ‘alasti’dadi li yaumil mi’ad, bahwasanya:

مَنْ تَوَهَّمَ اَنَّ لَهُ عَدُوًّا اَعْدَى مِنْ نَفْسِهِ قَلَّتْ مَعْرِفَتُهُ بِنَفْسِهِ

“Barangsiapa menyangka ada yang lebih memusuhi dirinya ketimbang nafsunya sendiri, berarti ia kurang mengenali pribadinya sendiri.”

Perkataan tersebut dikutip oleh Ibnu Hajar Al-Asqalany dari hukama’ yang mana maksud dari pernyataan tersebut adalah untuk mengkritik orang-orang yang menganggap bahwa musuh terbesar dan terberat berasal dari luar dirinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa jihad paling besar adalah jihad melawan diri sendiri. Bukan perang di medan pertempuran. Dikatakan jihad paling besar karena musuh kadang tak menyadari karena bisa bersembunyi di balik klaim kebenaran. Di situlah letak kekalahan sejati karena seseorang tidak menyadari mana yang datang dari kejernihan hati dan mana yang dari nafsu belaka.

Oleh karenanya, sangat penting bagi semua elemen bangsa khususnya yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, untuk terus mengingatkan dan membimbing calon generasi penerus agar senantiasa mengintrospeksi diri, terlebih di momen hari pahlawan agar selalu mengingat perjuangan mereka, mengambil serta mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di balik peringatan hari pahlawan. Karena pada dasarnya, peringatan hari pahlawan yang selalu dilakukan dengan melaksanakan upacara bendera bukan semata-mata tidak memiliki esensi tersendiri melainkan ada maksud besar yang terkandung di balik semua itu. Ada usaha-usaha yang harus dikuatkan lagi agar mampu menjadi pahlawan masa depan yang diharapkan. Karena kepada siapa lagi para pendahulu kita berharap selain kepada generasi milenial penerus bangsa. Sehingga, kaum milenial harus memiliki gagasan-gagasan atau ide-ide baru serta semangat baru untuk terus menciptakan progress dalam diri yang tentunya dibarengi dengan semangat jiwa kepahlawanan demi terciptanya bangsa Indonesia yang maju dan berperikemanusiaan.

Kesimpulan

Hari pahlawan bukan sekedar hari untuk mengenang jasa para pahlawan. Akan tetapi hakikat dari hari pahlawan jauh lebih besar dari hal tersebut. Ada semnangat-semangat yang harus disuntikkan dan dikobarkan oleh generasi milenial selaku pahlawan masa kini dan masa yang akan datang. Jiwa-jiwa semangat para pejuang harus terus diwarisi kaum milenial. Terlebih yang sedang menempuh pendidikan, maka harus lebih giat lagi dalam belajar. Karena kemajuan suatu bangsa tergantung dari bagaimana kualitas ilmu pengetahuannya. Karena orang yang berpendidikan dan berilmu akan berbeda dari orang yang tidak berilmu. Orang yang berpendidikan akan senantiasa memikirkan masa depan. Sudah sejauh mana persiapan yang dilakukan untuk bisa memberikan kontribusi yang baik untuk negeri, sudah sedalam apa usaha dia untuk tetap mempertahankan dan mentransfer  jiwa kepahlawanan yang ada dalam dirinya. Oleh karenanya, pengajaran sangatlah berperan dalam hal ini guna mempersiapkan calon-calon pahlawan masa depan yang didambakan.

“..orang yang berpendidikan dan berilmu akan berbeda dari orang yang tidak berilmu.”

Penulis: Saidul Arfan, S.Ag

Daftar Pustaka

Muhammad Nawawi Al-Bantani. 2010. Nashaih al-Ibad. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah.

https://www.nu.or.id/amp/quote-islami/musuh-terbesar-seluruh-manusia-p8sMB

2 Responses

Tinggalkan Balasan