Sebagian kelompok yang getol menyerang Islam, atau bahkan dari pihak internal islam sendiri menganggap syariat Islam sebagai penghalang kemajuan peradaban, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip peradilan sekarang, dan mengembalikan manusia yang telah berperadaban menuju keterbelakangan.
Baca juga Alasan Mengapa Mesir Tidak Menerapkan Syariat Islam
Dalam kitabnya Maqalaat fi Ilmi Ushul Al-Fiqh, Syekh Abdul Wahab Khallaf menjelaskan bahwa sebelum kita membahas lebih dalam mengenai tema ini, perlu diketahui bahwa syariat islam terbagi dua macam: pertama, hukum yang terdapat pada nash Al-Quran dan Hadits. Kedua, hukum produk para mujtahid.
Jika yang dimaksud mereka adalah hukum produk para mujtahid yang di mana mereka menggali hukum karena hukum tersebut tidak dijelaskan langsung oleh Al-Quran dan Hadits, maka ini tidak bisa dilabeli sebagai penghalang kemajuan zaman. Sebab hukum produk mujtahidin ini tidak bersifat mengharuskan (mulzimah).
Jikalau pun mau untuk tidak mengikuti seorang mujtahid dan perpindah kepada mujtahid lain, atau bahkan mau menggali hukum baru asalkan sesuai dengan prosedur istinbat ya silakan. Sebab seorang mujtahid itu menggali hukum berdasarkan ‘Urf dan kondisi masyarakat serta lingkungan di mana ia berada.
Adapun hukum yang dijelaskan langsung oleh Allah lewat Al-Quran atau lewat nabi-Nya, maka tidak mungkin kita katakan bahwa itu sudah tidak relevan dengan zaman. Sebab Allah lah yang lebih tahu maslahat hamba-Nya. Di mana pun dan kapan pun.
Hukum-hukum islam yang sering diprotes dan disorot salah satunya adalah hukum pidana islam. Dalam Al-Quran hanya ada lima tindak kejahatan yang dijelaskan hukumannya. Yaitu pembunuhan, orang yang berjalan di atas bumi dengan kerusakan (seperti begal), pencurian, zina, dan menuduh melakukan zina (qadzf).
Hukuman pembunuhan adalah qishas atau hukum mati (QS. Al-Baqarah : 178). Sedangkan pembegal adalah dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya, atau diasingkan tergantung apakah dia hanya mengambil harta atau sekaligus membunuh (QS. Al-Maidah : 33). Kedua hukuman ini banyak kesamaannya dengan hukum-hukum buatan yang diberlakukan di pelbagai negara.
Adapun hukum yang dianggap janggal adalah hukum pencurian, zina, dan tuduhan melakukan zina. Sebagian orang menganggap bahwa hukum potong tangan yang di mana mencuri seperempat dinar (seharga 1 gram emas) dipotong sampai pergelangan tangan ini dianggap ngeri. Namun sebenarnya, mereka hanya memikirkan dan belas kasih terhadap pencuri, tetapi tidak memikirkan kepentingan umat.
Syeikh Abdul Wahab tidak ingin mengkritisi dari segi ini. Beliau lebih memilih untuk membandingkan negara yang menerapkan hukum potong tangan ini dengan yang tidak menerapkannya. Mana yang lebih efektif.
Saudi Arabia yang menerapkan hukum potong tangan ternyata dapat menekan angka pencurian dan menjadikan negaranya sangat aman. Bahkan survei mengatakaan eksekusi potong tangan ini di sana hanya terjadi sekali atau dua kali dalam setahun. Ini menunjukkan betapa efektifnya hukum potong tangan ini sebagai tindakan preventif terhadap kasus pencurian.
Beda ceritanya dengan Mesir -yang mengadopsi hukum barat- mereka tidak menerapkan hukum potong tangan ini. Tingkat pencuriannya terus meningkaat dari tahun ke tahun. Sehingga keamanan masyarakatnya tidak terjamin.
Syekh Ahdul Wahab mengutip survei resmi dari Kementerian Kehakiman tentang angka pencurian dari tahun 1934 sampai 1938 di Mesir. Terlihat lonjakan dari angka 804 kasus dalam satu tahun, meningkat 872 kasus, lalu 939 kasus, dan sampai 1023 kasus. Ini menunjukkan betapa lemahya hukum barat dalam menangani masalah pencurian ini.
Bahkan sampai sekarang kita masih merasakan bagaimana tingkat kriminalitas yang tinggi di Mesir. Terutama masalah pencurian, pencopetan, dan pembobolan rumah. Sedekah HP kepada harami pun sudah menjadi kalaziman bagi kita mahasiswa di Mesir ini. Maka sudah jelas mana hukum yang lebih efektif untuk diterapkan di sebuah negara.
Sedangkan hukuman zina dalam Al-Quran adalah dicambuk 100 kali (QS. Al-Nur : 3) atau dirajam jika pelaku pernah menikah seperti yang dijelaskan dalam Hadits nabi. Namun hukuman ini tidak bisa kita bandingkan dengan negara yang mengadopsi hukum barat. Karena selagi perzinaan tidak ada unsur paksaan maka tidak mereka anggap sebagai kriminalitas. Jadi zina tidak ada hukumannya. Begitu juga tuduhan melakukan zina. Tidak ada hukumannya.
Dari paparan di atas kita berkesimpulan bahwa syariat islam masih dan selamanya akan relevan dengan zaman. Entah itu syariat yang di jelaskan langsung oleh Allah atau hukum hasil para ulama kita yang dapat dikembangkan.
Namun dalam penatapan hukum sebuah negara butuh banyak pertimbangan dan kajian mendalam dari segala aspek dan kebudayaaan masyarakat yang ada di dalamnya. Tidak bisa kita paksakan untuk mengambil hukum islam secara sertamerta. Maka, bagaimana masing-masing negara menerapkan undang-undang kita kembalikan kepada ulama dan ahli hukum untuk mempertimbangkan baik buruknya dalam mengambil keputusan. Wallahu a’lam…..
Mohammad Iqbal Marzuqi (Mahasiswa Al-Azhar University)
“Syariat islam masih dan selamanya akan relevan dengan zaman. Entah itu syariat yang di jelaskan langsung oleh Allah atau hukum hasil para ulama kita yang dapat dikembangkan.”
Baca juga: Kisah Idris Jamma’; Pujangga Sudan yang Gila karena Cinta
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
2 Responses
Tapi ini hari banyak tokoh dari kalangan NU yang menolak syari’at Agama dalam bentuk yang formal