Menakar Peluang dan Peran Perempuan di Masa Sekarang

Lingkar Studi Perempuan Sudan Last Part

Dalam struktur patriarki, perempuan Indonesia sering dianggap sebagai manajer rumah tangga, berlawanan dengan tugas “moral” laki-laki sebagai suami dan pencari nafkah utama. Fenomena gender semacam ini yang juga diolah ulang dalam kapitalisme dan konservativisme menciptakan proses “housewifization” (proses dimana pembagian kerja dan konstruksi patriarki memosisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga semata) dan berkontribusi dalam mengevaluasi kerja rumah tangga sehari-hari yang dikategorikan sebagai kerja perawatan tak berbayar. 

Saat ini, perempuan tidak lagi dipandang hanya sebagai masyarakat kelas dua. Telah banyak sektor kehidupan yang dipegang oleh tokoh perempuan. Perempuan juga dapat menduduki posisi penting dalam masyarakat antara lain berupa pekerjaan sebagai pendidik, dokter, pakar ekonomi, mubalighat, dll. Akan tetapi, Islam menganjurkan agar aktifitas perempuan di luar rumah tidak sampai mengorbankan tugas utamanya sebagai seorang istri dan ibu.

Termasuknya pada era globalisasi saat ini, yang mana adanya proses sosial yang membawa seluruh bangsa dan negara di dunia semakin terkait satu sama lain. Kemudian ditandai dengan munculnya suatu sistem budaya dan ekonomi secara global yang bisa membuat masyarakat dari seluruh dunia menjadi masyarakat tinggal yang tumbuh secara global, [sumber: Cochrane & Pain]. 

Adapun ciri-cirinya yaitu batas teritorial antar-negara semakin memudar, perdagangan antar-bangsa yang saling bergantungan dalam bidang ekonomi, meningkatnya interaksi budaya antar bangsa, dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta transportasi. 

Lalu, dampak positif pada era ini yaitu adanya kesempatan terbuka untuk berkarya, berkontribusi, dan meraih cita-cita (baik pada aspek karir, pendidikan, ataupun bisnis), bertambahnya jenis lapangan pekerjaan (investasi asing), dan mendorong sikap kreatif serta inovatif di kalangan masyarakat agar dapat bersaing di persaingan global. Pada ranah ini, justru setiap individu atau perempuan dituntut untuk lebih creative modernizer  bukan reactive modernizer. Yang artinya, akan timbul seorang perintis yang aktif untuk berjalan ke depan, bukan menjadi seorang yang pasif yang hanya menerima pembaruan karena sudah tidak bisa mengajak lagi dari seretan arus sejarah. 

Baca juga: InsyaaAllah, Bukrah, dan Ma’lesy Tinjauan Antropolinguistik

Dari banyaknya peluang di atas, semakin ke depan tantangan pun semakin berat untuk dihadapi seseorang khususnya muslimah ini. Jika adanya kesempatan yang terbuka lebar untuk seorang perempuan lebih berkontribusi, maka akan menyebabkan beberapa nilai atau praktik dari proses globalisasi yang tidak sejalan dengan nilai dan syariat Islam. Apalagi jika seseorang tersebut menjadi wanita karir dan tugas utama seorang perempuan ialah mengurus rumah tangga dan mendidik anak, maka dengan hal ini harus disertakan adanya komunikasi dan komitmen dengan pihak terkait seperti suami ataupun keluarga.

Adapun perempuan dapat mengaktualisasikan apa yang Ia ketahui, karena arti dari aktual yaitu benar-benar ada atau “sesungguhnya”, sehingga kata aktualisasi artinya membuat sesuatu menjadi benar-benar ada. Dijelaskan juga di Wikipedia bahwa aktualisasi diri adalah sebagai kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang mereka bisa.

*Tulisan ini bersumber dari Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Muslimat NU Sudan dalam acara Lingkar Studi Perempuan Sudan bersama pemantik Ustazah Safira Mazarina, S.Hum. dan Ustazah Ida Nurjannah, S.Hum.

Tinggalkan Balasan