Memahami Waqf dan Ibtida’ dalam Ilmu Qiraat

Kata waqf dalam bahasa Arab adalah salah satu bentuk masdar dari fi’il madhi (waqafa). Kata Waqf secara etimologi mempunyai beberapa arti, antara lain berdiri, menahan, dan diam. Sedangkan makna Waqf secara termonologi ilmu qira’at, maka ada beberapa pendapat ulama. Di antaranya Ibnu al-Jazariy  dalam kitabnya An-Nashr Fi Al-Qira’at Al-‘Ashr, juz 1, hal. 189.

والوقف عبارة عن قطع الصوت على الكلمة زمنا يتنفس فيه عادة بنية استئناف القراءة إما بما يلي الحرف الموقوف عليه أو بما قبله لا بنية الإعتراض ويأتي في رأوس الآي وأوساطها ولا يأتي في وسط الكلمة

Waqf ialah menghentikan suara pada suatu kata (ketika membaca al-qur’an) sekedar untuk menarik nafas dengan niat memulai bacaan dari kata berikutnya atau dengan mengulang kata sebelumnya, bukan untuk niat berhenti. Hal ini boleh dilakukan pada akhir ayat dan pertengahan, namun tidak boleh dilakukan di pertengahan kata.

Baca juga Perdebatan Ulama Tentang Nuzulul Quran

Kemudian kata ibtida’ secara etimologi berarti memulai. Sedangkan menurut termonologi sebagaimana dalam Al-Lum’ah Al-Badriyah Syarah Matan Al-Jazariyah, Hal. 83 :

كيفية البدء ينطق الكلمة القرأنية في حالة الإنتقال من حالة السكوت إلى حالة التكلم

Cara memulai dalam membaca al-qur’an ketika berpindah dari keadaan diam ke membaca.

Ilmu Waqf dan Ibtida’ ini merupakan bagian penting yang harus diketahui oleh pembaca dalam membaca Al-Qur’an, guna untuk memelihara makna ayat dari kesalahan. Tentu mengetahuinya tidak mudah, karena membutuhkan beberapa ilmu yang harus difahami, di antaranya ilmu bahasa arab termasuk ilmu nahwu, sorof, ilmu tafsir dan lain sebagainya. sebagai contoh, terdapat pada QS. Al-kahfi:

 ولم يجعل له عوجا (1) قيما لينذر بأسا شديدا

Pada ayat tersebut, terdapat dua kata yang tidak boleh disambungkan, sebab akan disalah paham dari sisi makna. ‘Iwaja artinya bengkok, sedangkan Qayyima artinya lurus, yang apabila disambung maka akan bermakna bengkok yang lurus. Tentu kata bengkok tidak bisa disifatkan dengan kata lurus, maka dari itu berwakaf pada kata ‘Iwaja diwajibkan, supaya tidak disangka ‘Iwaja disifati dengan Qayyima.

Dalam kitab Mabahist fi ‘Ulum Al-Qur’an karya Syekh Manna’ Al-Qattan, hal. 175 dijelaskan:

فيجب الوقف مثلا على قوله تعالى : (ولم يجعل له عوجا) ويبتدئ (قيما لينذر بأسا شديدا) لئلا يتوهم أن قوله (قيما) صفة لقوله (عوجا) إذ العوج لا يكون قيما

 Wajib berwakaf pada firman Allah ((ولم يجعل له عوجا dan mulai pada firmannya (قيما لينذر بأسا شديدا), supaya kata Qayyima tidak disangka sebagai sifat ‘Iwaja, karna bengkok tidak bisa dikatakan lurus.

Kasus yang sama dalam QS. Yunus, pada ayat:

 إن العزة لله جميعا   ولا يحزنك قولهم 

Dalam ayat di atas, wajib juga berwakaf pada قولهم   dan mulai dari إن العزة, sebab jika disambungkan maka akan disangka bahwa yang menyedihkan nabi Muhammad sallahu’alihiwasallam adalah ucapan إن العزة لله جميعا

Dari kasus dua ayat di atas, wakaf dan ibtida’ merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dalam membaca Al-Qur’an, sebab salah dalam berwakaf maka akan terjadi kekeliruan dari sisi makna ayat.

Pembagian Waqf

Masih dengan kitab yang sama Mabahist fi ‘Ulum Al-Qur’an karya Syekh Manna’ Al-Qattan, hal. 176-177 dijelaskan, Para ulama beragam pendapat mengenai pembagian wakf. Sebagian dari mereka ada yang membagi menjadi enam, ada yang menjadi tiga, dan juga dua, namun pendapat yang popular terbagi menjadi empat, yaitu Tam Muhktar, Kafi Jaiz, Hasan Mafhum, Qabih Matruk.

  1. Tam Muhktar

Tam Muhktar yaitu waqf pada susunan kalimat yang sempurna dan tidak ada hubungan dengan kata sesudahnya baik dari sisi lafaz ataupun makna. Biasanya waqf ini terletak pada akhir ayat. Dalam sebagian mushaf waqf Tam ini sering ditandai dengan tanda قلى   atau ط   yang diletakkan di atas kata. Dalam hal ini Qari lebih baik berhenti, lalu memulai bacaan berikutnya tanpa mengulagi kata sebelumnya. Contoh:

(5) وألئك هم المفلحون   kemudian mulai dari إن الذين كفروا (6)

  •  Kafi Jaiz

Kafi Jaiz yaitu waqf pada kalimat sempurna dan tidak ada hubungan dengan kalimat berikutnya dari sisi lafaz, namun masih ada dalam kaitan makna. Dalam hal ini Qari boleh berhenti, lalu memulai bacaan berikutnya tanpa mengulagi kata sebelumnya. Biasanya waqf ini terletak di akhir ayat yang ayat berikutnya dimulai dengan Lam Kay. Contoh:

   إن هو إلا ذكر وقرأن مبين (69)   kemudian mulai dari لينذر من كان حيا (70)

  • Hasan Mafhum

Hasan Mafhum Yaitu waqf pada kalimat sempurna namun masih terdapat hubungan kalimat sesudahnya baik dari sisi lafaz ataupun makna. Dalam hal ini Qori’ diperbolehkan waqf, namun ketika memulai hendaknya mengulangi dari kata sebelumnya hingga maknanya bisa difahami dan tidak menimbulkan pemahaman yang salah, kecuali terletak pada akhir ayat, maka Qari boleh memulai bacaannya dari ayat berikutnya. Contoh:

فقاتلوا أئمة الكفر إنهم لا أيمان لهم لعلهم ينتهون

Waqf pada kata Aimmata Al-Kufri, sebab kalimatnya tersebut sudah sempurna, namu tidak elok bagi pembaca apabila melanjutkan pada kata berikutnya, karena kalau di tinjau dari sisi lafaz la ‘allahum yantahun masih ada kaitannya dengan kata faqhatilu, maka baiknya si pembaca memulai dari kata faqhatilu.

  • Qabih Matruk

Qabih Matruk Yaitu berwakaf pada kalimat yang belum sempurna baik dari sisi lafaz ataupun makna, sehingga tidak bisa difahami maknanya, ataupun menimbulkan arti yang tidak sesuai dengan maksud ayat bahkan tidak pantas bagi Allah. Contoh:

لقد كفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم

Jika berwaqf pada kata Qalu dan memulai pada kalimat berikutnya yaitu innallaha, maka akan menimbulkan makna yang tidak sesuai, bahkan akan menghantarkan kepada kekufuran apabila diyakini, maka sebaiknya tidak berhenti pada kalimat tersebut, akan tetapi hendaknya menyempurnakan sampai kata Maryam.

Oleh: Moh. Shofyan Saurie (Mahasiswa Pascasarjana University of The Holy Quran and Islamic Sciences)

Baca juga Perkembangan Metodologi Penafsiran Al-Quran Dari Masa Diturunkannya Hingga Masa Modern-Kontemporer

Tinggalkan Balasan