Memaknai Budaya sebagai Wujud Persatuan Bangsa

Kebudayaan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagaimana kita ketahui bahwa peradaban manusia di muka bumi ini merupakan hasil dari kebudayaan. Dan Indonesia adalah negara yang tercatat memiliki kekayaan budaya lokal nan khas di dalamnya, serta diakui oleh dunia.

Budaya mewujudkan nilai akan makna kebebasan, kerukunan, dan persatuan yang dapat mendorong sebuah negara untuk maju dan bangkit dari kejumudan, serta membangun persatuan dan kesatuan dari nilai keberagaman yang ada dalam kultur sosial masyarakatnya.

Semua itu dimaksudkan agar insan yang ada mampu untuk menghayati betapa pentingnya pengamalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan memandang identitas Pancasila sebagai ideologi dasar Indonesia. Salah satu wujudnya adalah persatuan Indonesia.

Melalui ikhtiar langkah pengadaan pentas budaya dari para diaspora NU Sudan mendatang, merupakan wujud para generasi pejuang anak bangsa lebih mencintai dan melestarikan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di belantara nusantara. Di samping itu juga sebagai bukti rasa syukur atas anugerah dan ciptaan Tuhan yang diberikan kepada bumi pertiwi Indonesia.

Dengan bukti keberagaman Indonesia sebagai negara, salah satunya adalah agama. Islam menjadi basis mayoritas pemeluk yang ada di Indonesia. Kalau ditautkan antara Islam dan budaya, keduanya bukan dua hal yang patut dipertentangkan. Meskipun banyak dari sebagian kalangan mempertanyakan bagaimana antara norma (syariat) dan budaya (urf) itu bisa saling dipertemukan. Dalam usul fikih, hal ini juga menjadi persoalan. Menurut Gus Dur dengan konsep Pribumisasinya, antara agama dan budaya memiliki independensi sendiri.

Agama dan budaya sama seperti filsafat dan ilmu pengetahuan, di mana keduanya sama-sama memiliki wilayahnya masing-masing. Tanpa adanya ilmu pengetahuan, kita akan bisa berfilsafat. Tetapi ilmu pengetahuan tidak juga dapat dikatakan filsafat. Demikian juga antara agama dan budaya, keduanya sama-sama mengalami dialog timbal balik dan keduanya juga sama-sama berbeda tapi ada kesamaan sesuai independensinya masing-masing.

Maka dari itu, wujud khidmah ikhlas sebagai generasi yang memperjuangkan NKRI selayaknya melakukan keberpihakan bagi budaya nusantara yang ada. Dengan semangat kebangsaan dan wujud pengamalan iman tanpa langkah gamang menuju cita-cita kemajuan dengan menikmati kehidupan yang sangat beragam.

Sebagaimana penulis ingat, kalimat yang pernah diutarakan oleh Almarhum K.H. Agus Sunyoto (Mantan ketua Lesbumi PBNU) dalam sambutannya, menyampaikan pentingnya memahami sejarah lahirnya umat Islam nusantara dan bangsa Indonesia yang tak dapat dipisahkan dari kondisi sosio kultural yang terjadi dimasa lalu, bahkan sebelum agama Islam bisa diterima secara masif.  Sebab, keberadaan bangsa Indonesia dengan kultur yang beragam dari awal sudah memiliki keterpautan sejarah budaya yang tak bisa dikesampingkan. Islam dapat tersiar secara masif tidak seperti membalik telapak tangan atau terjadi dengan aksi-aksi penaklukan. Islam datang dengan penuh damai melalui tangan terampil dan jiwa besar serta kecerdasan Walisongo yang tak menutup mata pada kondisi sosio-kultur, budaya dan peradaban masyarakat nusantara yang sudah ada sebelumnya.

Artinya, semangat akan memaknai persatuan dalam berbangsa dan bernegara melalui budaya sudah digodok oleh para Founding Fathers yang juga terdiri dari para ulama dengan bukti seperti apa yang kita rasakan dalam kehidupan sekarang ini secara nyata.

Mari, nantikan bersama para pejuang diaspora Nahdlatul Ulama Sudan dalam ikhtiar langkah nguri-nguri dan memperkenalkan budaya nusantara dengan pagelaran festival kebudayaan skala Internasional. Semoga Allah meridlai niat khalis kita semua…Amiin

Penulis: Sa’dullah Ali Zainal Abidin

Baca juga Sang Guru Ulama Jawa dari Tanah Makkah

One Response

Tinggalkan Balasan