Kali ini, Komunitas Study Hadits (KOMUSH) melanjutkan pembahasan ilmu haditsnya dan sekarang telah memasuki pembahasan singkat sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadits, di mana kita akan dibawa menelusuri sejarah panjang peradaban Islam yang kaya akan pengetahuan. Dalam hal ini fokus kita adalah perkembangan sumber hukum Islam kedua ini.
Tahap-tahap perkembangan ilmu hadits:
Tahap Pertama: Kelahiran llmu Hadis
Tahap ini berlangsung pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama Hijriah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, para sahabatlah yang membawa panji-panji Islam. Kafilah ini berjalan mengawalinya demi menyelamatkan kemanusiaan dan menyampaikan segala sesuat yang diajarkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,. Waktu itu mereka telah hafal Al-Quran dengan sempurna seperti halnya mereka menguasai dan memelihara hadis Nabi.
Tahap Kedua: Tahap Penyempurnaan
Pada tahap ini, ilmu hadits mencapai titik kesempurnaannya, karena setiap cabangnya dapat berdiri sendiri dan sejalan dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dan dipergunakan oleh ulama. Tahap ini berlangsung dari awal abad kedua sampai awal abad ketiga, yang antara lain ditandai dengan sejumlah peristiwa yang menonjol di antaranya:
- Melemahnya daya hafal di kalangan umat Islam, sebagaimana disebutkan oleh az-Dzahabi dalam kitab Tadzkirat al-huffazh.
- Panjang dan bercabangnya sanad-sanad hadits, lantaran bentangan jarak, waktu, dan semakin banyaknya perawi. Hal ini terlihat misalnya dari hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat kemudian diterima oleh beberapa kelompok umat yang berasal dari berbagai daerah, sehingga sanadnya menjadi banyak. Ditambah lagi kemungkinan masuknya sejumlah faktor yang mencacatkannya atau mengandung banyak ‘illat yang jelas atau samar.
- Munculnya sejumlah kelompok umat Islam yang menyimpang dari jalan kebenaran yang ditempuh para sahabat dan tabiin, seperli Muktazilah, Jabariyah, Khawarij, dan sebagainya. Oleh karena itu, para Imam umat Islam bangkit untuk mengantisipasi kekacauan ini dengan langkah yang dapat menutup pengaruh yang mungkin timbul.
Tahap Ketiga: Tahap pembukuan ilmu Hadis secara terpisah
Tahap ini berlangsung sejak abad ketiga sampai pertengahan abad keempat hijriah. Abad ketiga, merupakan masa pembukuan hadits dan merupakan zaman keemasan sunnah. Sebab dalam abad inilah sunnah dan ilmu-ilmunya dibukukan dengan sempurna.
Tahap ini ditandai dengan inisiatif ulama untuk membukukan hadits Rasul secara khusus. Untuk itu, mereka susun kitab-kitab musnad untuk menghimpun hadits Rasul yang mereka kelompokkan berdasarkan nama-nama sahabat, sehingga hadits-hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar misalnya, dikumpulkan dalam satu tempat dengan judul Musnad Abu Bakar, demikian pula hadits-hadits Umar dan sebagainya.
Baca juga: Nasihat dalam Shalat
Tahap Keempat: Penyusunan Kitab-Kitab lnduk ‘Ulum al-Hadits dan Penyebarannya.
Tahap ini bermula pada pertengahan abad keempat dan berakhir pada awal abad ketujuh. Para ulama periode ini menekuni dan mendalami kitab-kitab yang telah disusun oleh para ulama sebelumnya yang notabene perintis dalam pembukuan hadis dalam pembukuan hadits dan ilmu hadits. Kemudian mereka menghimpun keterangan-keterangan yang berserakan dan melengkapinya dengan berlandaskan keterangan-keterangan ulama lain yang diriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada pembicaranya, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama sebelumnya. Lalu keterangan-keterangan itu diberi komentar dan digali hukumnya.
Oleh karena itu, dalam periode ini dijumpai kitab-kitab yang menjadi rujukan para ulama dalam menyusun kitab-kitab sejenis pada periode berikutnya. Di antara kitab-kitab tersebut adalah Al-Muhaddits al-fashil Baina ar-Rawi wa al-Wa’i, karya al-Qadhi Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi al-Hasan bin Abdirrahman bin Khallad (w. 360 H).
Tahap Kelima: Kematangan dan Kesempurnaan Pembukuan ‘Ulum al-Hadits
Tahap ini bermula pada abad ketujuh dan berakhir pada abab kesepuluh. Dalam tahap ini pembukuan ‘ulum al-hadits mencapai tingkat kesempurnaanya dengan ditulisnya sejumlah kitab mencapai tingkat seluruh cabang ilmu hadits. Bersama itu dilakukan penghalusan sejumlah ungkapan dan penelitian berbagai masalah dengan mendetail. Para penyusun kitab itu adalah para imam besar yang hafal semua hadits dan mampu menyamai pengetahuan dan penalaran para imam besar terdahulu terhadap cabang-cabang hadits, keadaan sanad dan matannya.
Tahap Keenam: Masa Kebekuan dan Kejumudan
Tahap ini berlangsung dari abad kesepuluh sampai awal abad keempat belas hijriyah pada tahap ini ijtihad dalam masalah ilmu hadits dan penyusunan kitabnya nyaris berhenti total. Tahap ini ditandai dengan lahirnya sejumlah kitab hadits yang ringkas dan praktis, baik dalam bentuk syair maupun prosa. Dan para penulis sibuk mencatat kritik-kritik terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam kitab yang telah ada tanpa ikut menyelami inti permasalahannya, baik melalui penelitian maupun melalui ijtihad.
Tahap Ketujuh: Kebangkitan Kedua
Tahap ini bermula pada permulaan abad keempat belas Hijriah. Pada tahap ini, umat Islam terbangkitkan oleh sejumlah kekhawatiran yang setiap saat bisa muncul sebagai akibat persentuhan antara dunia Islam dengan dunia Timur dan Barat, bentrokan militer yang tidak manusiawi, dan kolonialisme pemikiran yang lebih jahat dan lebih bahaya. Maka muncullah informasi yang mengaburkan eksistensi hadis yang dilontarkan oleh para orientalis dan diterima begitu saja oleh orang-orang yang mudah terbawa arus serba asing, lalu mereka turut mengumandangkan dengan penuh keyakinan.
*Tulisan ini bersumber dari diskusi Komunitas Study Hadits (KOMUSH) oleh pemantik Atikal Maula pada 9 April 2022
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
One Response