Gairah Zakat, Infak, Sedekah (ZIS); Sempurnakan Ibadah Puasa Ramadhan

Lazisnu Sudan

Pada saat seseorang menjalankan ibadah puasa, sebenarnya jasmaninya sedang mencoba merasakan kepedihan lapar, haus, dan dorongan syahwat yang kuat. Adapun merasakan langsung penderitaan yang dialami oleh orang yang berkekurangan adalah metode yang paling efektif untuk mengasah jiwa alturisme dalam hal sikap kepedulian sosial dan rela berkorban untuk kepentingan orang lain. Karenanya, di bulan Ramadhan dianjurkan untuk perbanyak bersedekah dan merayakan kemenangaan saat lebaran dengan mengeluarkan zakat fitrah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang dermawan, dan lebih dermawan saat di bulan Ramadhan.

Sedekah berasal dari kata shadaqah (benar) dan satu akar kata dengan shadaaqah (persahabatan). Berarti sedekah menunjukkan bahwa orang bersedekah adalah benar dan bersahabat. Ada dua makna sedekah, yaitu makna sedekah secara umum dan khusus. Secara umum, apa-apa yang diberikan untuk kebaikan yang lain adalah sedekah; seperti senyum, kalimat santun bahkan memberi makan kepada hewan dan ikan adalah sedekah. Sedangkan secara khusus, sedekah adalah sesuatu yang dikeluarkan dari dirinya untuk menghilangkan kekikiran.

Dalam Al-Qur’an atau Al-Sunnah jika menyebut sedekah, maka berarti zakat, infak, atau wakaf. Zakat adalah kadar minimal dari kewajiban harta yang dimiliki seseorang untuk berbagi dengan orang lain. Zakat bukan kedermawanan, tetapi kewajiban yang tujuannya untuk memberikan kesejahteraan bagi orang sekitar. Infak adalah pemberian untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya seperti belanja untuk kebutuhan rumah tangga atau derma karena empati kepada yang lain.

Adapun wakaf adalah derma harta atau barang untuk kepentingan kemanusiaan yang bersifat jangka panjang. Sebab, benda wakaf tidak boleh dikonsumsi dan dihabiskan, tetapi harus dikelola oleh nazhir (pengelola) sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Saat orang berwakaf berarti telah menyadari untuk memenuhi kepentingan umat yang hidup di dunia dan bekal untuk dirinya di akhirat selamanya.

Dalam sejarah Islam, peradaban, dan kemajuan banyak dibangun dengan basis wakaf.

Dalam tradisi Islam, Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat tak pernah meninggalkan berwakaf. Wakaf bagaikan tradisi kedermawanan untuk kepentingan umat dan dirinya untuk jangka panjang. Dalam sejarah Islam, peradaban, dan kemajuan banyak dibangun dengan basis wakaf.

Seperti, Universitas Al-Qurawiyin di Fes, Maroko yang didirikan pada tahun 245 H/859 M adalah universitas pertama dalam sejarah dan dibangun atas biaya wakaf. Ilmuan yang lahir dari Universitas Qurawiyin adalah Ibnu Khaldun, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Maimun Al-Ghamari, Ibnu Ajrumi dan ilmuan-ilmuan masyhur lainnya. Perpustakaan terbesar di zaman khalifah Al-Ma’mun dibiayai dari wakaf. Universitas Al-Azhar juga berdiri dan aktifitasnya berbasis wakaf, bahkan pemerintah Mesir pernah meminjam dana kepada Al-Azhar ketika kekurangan untuk menutupi belanja negaranya.

Universitas Al-Qurawiyin. Sumber: fez-guide.com

Di Indonesia populer digerakkan wakaf produktif, yaitu wakaf yang tidak hanya orientasi akhirat seperti kuburan dan masjid tetapi juga bernilai ekonomi. Ini paradigma baru perwakafan untuk mengembalikan arti wakaf yang sebenarnya. Seperti wakaf pertama yang dilakukan oleh Sayyidina Umar bin Khattab berupa kebun di tanah Khaibar adalah lahan subur agrobisnis yang didermakan untuk kesejahteraan masyarakat dengan cara di lahan pokoknya untuk dikelola dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.

Wakaf adalah bentuk sedekah yang didorong oleh rasa kedemawanan untuk memenuhi kepentingan umat jangka panjang. Saat seseorang mengeluarkan wakaf maka ia mendapat pahala, dan setelah wakafnya dikelola maka pahalanya telah mendatangkan pahala secara berkelanjutan. Maka, wakaf pada dasarnya adalah produktif secara pahala dan ekonomi.

Ramadhan mengajarkan kedermawanan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, sebenarnya sedang menjalankan terapi asa dan rasa agar tertanam pada dirinya kepribadian empati kepada yang berkekurangan, namun sekaligus menanamkan nilai juang untuk kepentingan umat di masa depan. Puasa itu bukan hanya kepentingan diri dalam satu bulan tetapi untuk kepribadian manusia yang peduli dan berjuang untuk jangka panjang.

Di bulan ramadhan hendaklah dijadikan bulan mengasah kepedulian bagi orang yang membutuhkan dengan zakat, infak, dan sedekah. Terkhusus bagi masyarakat muslim yang ada di Sudan, bisa mendermakan hartanya kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan melalui Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah (LAZISNU) PCINU Sudan. Dengan ibadah amaliyah dan bersifat maliyah, insyaAllah berkah dan meluhurkan derajat untuk mengapai ridho Lillah ta’ala.

Baca juga NU Care-LAZISNU Sudan; Menyingsingkan Lengan Membantu Sesama

Penulis: Faizul A’la (Wakil Ketua Tanfidziyah l/Supervisor LAZISNU PCINU Sudan)

Tinggalkan Balasan