Cerdasmu dalam Nyata dan Maya – Abad ke 21 adalah era yang dimulai dari tahun 2001-2100 M, abad ini juga dinamai abad keterbukaan atau globalisasi. Artinya terdapat berbagai ragam dinamika perubahan yang terjadi secara fundamental di tata kehidupan manusia, banyak bermunculan inovasi dalam diskursus perkembangan teknologi secara agul-agulan yang berimplikasi pada tuntutan manusia untuk menerima secara prematur. Abad yang mampu mengubah gaya turunnya informasi cukup dengan menggunakan 2 Ibu Jari saja. Yaa.. Memang begitulah fenomena singkat abad 21 ini.
Dunia maya masih menjadi hal baru yang sedang kita jalani saat ini, yang tidak kalah akan manfaat maupun mafsadat di dalamnya, dengan dunia maya informasi menjadi lebih mudah untuk diperoleh, dan dunia ini juga banyak menyimpan berbagai hal yang efeknya mungkin kadang membuat kita terkaget karena dugaan. Banyak hal yang belum ada panduannya, tidak sedikit juga korban baik dan buruk dari dunia maya.
Baca juga: Ali bin Abi Thalib Sang Sastrawan
Sebagai kader Nahdlatul Ulama menanggapi perihal fenomena ini sudah menjadi keharusan untuk memiliki kecerdasan intelektual dan kebijaksanaan dalam diri masing-masing. Maksudnya adalah kecerdasan kita bukan hanya berlaku di dunia nyata saja, tapi kecerdasan diri juga harus dapat terealisasikan dalam dunia maya. Poin tersebut sudah jelas artinya kita sedang menjalani hidup di dua dunia sekaligus, dunia nyata dan dunia maya. Jika dalam dunia nyata, interaksi antar sesama manusia digambarkan secara mudah maka akan mudah pula memahaminya. Semisal terdapat kesulitan dalam memahami sesuatu, kita bisa secara langsung menanyakannya sehingga dapat dipahami.
Sering kita dengar sebuah istilah “Cerdas dalam bermedia sosial!” Sudah menjadi sebuah jargon yang mulai ramai diserukan pada tahun 2016-an silam, baik di kalangan individu maupun instansi. Hal ini disebabkan karena maraknya kasus kontroversial yang beredar di media sosial (dunia maya) hingga menghasilkan kegaduhan di khalayak umum. Dari situ banyak Pondok Pesantren berperan mengambil bagian dalam memberikan norma guna menyikapi dan memanfaatkan dunia maya agar menjadikan dunia maya sebagai lahan untuk mengolah informasi dan menyulap media sosial sebagai panggung berdakwah.
Kita sepakat bahwasanya dunia maya adalah sarana untuk mencari informasi. Adapun media sosial adalah alat untuk mempermudah dalam berkomunikasi. Tapi sangat disayangkan tidak sedikit dari kita yang masih kurang bijak dalam memanfaatkan ini. Menjadikan media sosial sebagai tempat untuk menyebarkan informasi bodong (hoax), menebarkan unsur kebencian, atau lebih bahayanya untuk menyebarkan unsur kejahatan yang merugikan orang lain. Mereka yang menggunakan media sosial untuk kegiatan yang bersifat negatif sekarang sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Seperti menghukumi hal yang bersifat ikhtilaf dengan satu sudut pandang atau mereka yang berani menyalahkan orang lain karena merasa dirinya paling benar. Semua itu banyak terjadi di dunia maya yang akhirnya membuat kekeliruan orang awam dan menjadi sebuah kejenuhan orang terpelajar.
Sebagai kaum intelektual, kader Nahdliyin selalu siap untuk merespon setiap perkembangan yang terjadi dan menyajikan solusi terbaik. Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN ) dan Tim Media Kreatif (TMK) NU Sudan merupakan salah satu variabel yang dimiliki Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan dalam menghadapi problematik di dunia maya. PCINU Sudan memulai langkahnya dalam mengarungi dunia maya dengan menanamkan prinsip sensitivitas perubahan (sense of change) sehingga sesuai dengan kaidah al haqqu bila nidzomin yaghlibu al-bathil bi nidzomin guna mengonter hal negatif. Keduanya memiliki tugas dan peran dalam dunia maya, sebagai kontributor informasi dan edukasi (digital literacy).
Menurut penulis, ada dua poin literasi menarik yang terdapat pada LTN dan TMK NU Sudan berupa Information Literacy dan Media Literacy yang mana nantinya akan menghasilkan sebuah formula apik dalam keselarasan baik di dunia nyata maupun dunia maya. Pengelolaan komposisi ini harus dipahami secara betul oleh setiap kader.
Information Literacy, dari sini setiap kader dituntut cerdas dan teliti, baik dalam memproduksi informasi ataupun menerima informasi. Sehingga setiap yang bersumber dari kader Nahdlatul Ulama dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan layak untuk disebarkan secara luas (viral). Kecakapan tersebut masih kurang sempurna apabila gaya penyampaiannya tidak menarik, maka Media Literacy-lah yang akan melanjuti pengelolaan informasi agar tampak menarik (eye catching) dan dapat mempengaruhi orang banyak.
Kecerdasan diri kita sangatlah berarti dalam dunia nyata maupun maya, apabila kita ceroboh atau tidak mengedepankan rasa hati-hati maka akan berefek pada diri kita sendiri ataupun sekitar kita. Sebagai kaum santri yang memiliki jiwa intelektualitas tinggi sudah seyogyanya untuk dapat berperan dalam penyebaran informasi yang baik dan bernilai manfaat untuk khalayak umum, serta selalu meningkatkan kecerdasan guna pemanfaatan media sosial dengan bijak. Wallahu a’lam.
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)