Awal Dakwah Islamiyah di Sudan
Dakwah Islamiyah masuk ke Sudan pada tahun 31 H atau 641 M1. melalui penaklukan Abdullah bin Sa’ad bin Abi al-Sarh dengan 20 ribu pasukan atas perintah Khalifah Umar bin Khattab melalui Gubernur Mesir ‘Amr bin Ash agar menaklukkan kerajaan Nuba dengan kekuasaan dari Aswan hingga Sudan Syimaliah2. Kemenangan Abdullah bin Sa’ad bin Abi al-Sarh ditandai dengan perjanjian tertulis yang ditulis oleh Amr bin Syirjil pada bulan Ramadan tahun 31 H., yaitu:
بسم الله الرحمن الرحيم. عهد من الأمير عبد الله بن سعد بن أبي سرح ، لعظيم النوبة ولجميع أهل مملكته ، عهد عقده على الكبير والصغير من النوبة من حدّ أرض أسوان إلى حدّ أرض علوة . أنّ عبد الله ابن سعد ، جعل لهم أماناً وهدنةً جارية بينهم ، وبين المسلمين ممن جاورهم من أهل صعيد مصر ، وغيرهم من المسلمين ، وأهل الذمّة ، إنكم معاشر النوبة آمنون بأمان الله وأمان رسوله محمد النبيّ صلى الله عليه وسلم ، أن لا نحاربكم ، ولا ننصب لكم حرباً ولا نغزوكم ما أقمتم على الشرائط التي بيننا وبينكم على أن تدخلوا بلدنا مجتازين غير مقيمين فيه، وندخل بلدكم مجتازين غير مقيمين فيه ، وعليكم حفظ من نزل بلدكم ، أو يطرقه من مسلم أو معاهد، حتى يخرج عنكما، وإنّ عليكم ردّ كل آبق خرج إليكم من عبيد المسلمين، حتى تردّوه إلى أرض الإسلام، ولا تستولوا عليه ، ولا تمنعوا منه ولا تتعرّضوا لمسلم قصده وحاوره إلى أن ينصرف عنه ، وعليكم حفظ المسجد الذي ابتناه المسلمون بفناء مدينتكم ، ولا تمنعوا منه مُصلياً ، وعليكم كنسه وإسراجه وتكرمته ، وعليكم في كل سنة ثلثمائة وستون رأساً ، تدفعونها إلى إمام المسلمين من أوسط رقيق بلادكم غير المعيب، يكون فيها ذكران وإناث ، ليس فيها شيخ هرم ، ولا عجوز ، ولا طفل لم يبلغ الحلم، تدفعون ذلك إلى والي أسوان ، وليس على مسلم دفع عدوّ عرض لكم ولا منعه عنكم ، من حدّ أرض علوة إلى أرض أسوان ، فإن أنتم آويتم عبد المسلم أو قتلتم مسلماً أو معاهداً ، أو تعرّضتم للمسجد الذي ابتناه المسلمون بفناء مدينتكم بهدم أو منعتم شيئاً من الثلثمائة رأس والستين رأساً ، فقد برئت منكم هذه الهدنة والأمان وعدنا نحن وأنتم على سواء حتى يحكم الله بيننا ، وهو خير الحاكمين علينا بذلك عهد الله وميثاقه وذمّته وذمّة رسوله محمد صلى الله عليه وسلم، ولنا عليكم بذلك أعظم ما تدينون به من ذمّة المسيح ، وذمّة الحواريين ، وذمّة من تعظمونه من أهل دينكم ، وملتكم الله الشاهد بيننا وبينكم على ذلك . كتبه عمرو بن شرحبيل في رمضان سنة إحدى وثلاثين .3
Perjalanan Abdullah bin Sa’ad bin Abi al-Sarh dalam berdakwah dengan amanah dari perintah yang disampaikan oleh Sahabat ‘Amr bin Ash dari Mesir hanya sampai di wilayah Donggola, menumbangkan kerajaan Donggola, sebagian pakar sejarah menyebutkan, bahwa Sahabat Abdullah bin Sa’ad bin Abi al-Sarh wafat dan dikebumikan di donggola. Adapula yang mengatakan bahwa Sahabat Abdullah bin Sa’ad bin Abi al-Sarh kembali ke Mesir atau melanjutkan perjalanan ke wilayah Syam.
Mulai dari penaklukan ini para da’i mendidik, mengajarkan, dan menyebarkan ajaran Islam di negeri Sudan memalui khalwah hingga keterlibatan di pemerintahan sehingga Islam diterima secara utuh oleh masyarakat Sudan, tidak hanya soal hidup individu tetapi juga menata pemerintahan. Sejarah tidak mencatat secara pasti keberadaan khalwah pertama atau bahkan penemu metodenya di Sudan yang menggunakan qalam (pena), mimsah (alat hapus), amar (tinta), dawah (tempat tinta), dan lauh (papan)4 sebagai alat untuk menghafalkan ayat suci al-Qur’an atau menghafal pelajaran di masa itu, namun metode penggunaan alat-alat tersebut masih lestari digunakan ulama Sudan hingga kini.
Ulama Sudan di wilayah Donggola lebih banyak meriwayatkan al-Qur’an dengan riwayat qira’at Imam Wars dari Imam Nafi’, terutama saat masa pemerintahan kerajaan Sinar. Wilayah lain yang juga lebih dominan dengan riwayat Imam Wars adalah wilayah Darfur, sedangkan wilayah yang lain lebih banyak meriwayatkan qira’at Imam Duri dari Imam Abu Amr5. Al-Qur’an riwayat qira’at Imam Hafs dari Imam Ashim masuk ke Sudan setelah adanya pengharusan Khilafah Usmaniyah Turki yang pencetaan al-Qur’an dan penyebarannya di Sudan, namun hanya sebagian yang menggunakan qira’at Imam Hafs.
Syekh Ahmad Ali al-Imam berkata:
“Guruku (Syekh Ibrohim al-Nur) berpesan untuk selalu menjaga riwayat Imam Wars dari Imam Nafi. Beliau berkata: qira’at Imam Wars adalah qira’at ahli Madinah dan qira’at ahli Jannah.”
Pesan yang lain:
“Guruku (Syekh Yusuf Khalifah Abu bakar) berpesan saat selesai menghafalkan al-Qur’an 30 juz agar tidak meninggalkan riwayat Imam Duri.”
Tarekat di Sudan
Tarekat masuk ke Sudan dengan kondisi keilmuan yang sudah kuat, mapan, dan mentradisi di seluruh lapisan masyarakat. Menurut catatan sejarah, tarekat yang pertama kali masuk ke Sudan adalah Tarekat Syadziliyah yang disebarkan oleh Imam Muhamad bin Sulaiman al-Jazuli di sekitar Arab dan Afrika. Putri Imam Muhamad bin Sulaiman al-Jazuli menikah dengan Syekh Hamad Abi Dananah yang merantau ke Sudan dan bermukim di wilayah Barbar sekitar tahun 849 H. / 1445 M.
Selanjutnya masuk tarekat Qadiriyah di Sudan sekitar tahun 915 H. / 1510 M., riwayat lain mengatakan tahun 923 H. / 1517 M. Syekh Dawud bin Abdul Jalil, seorang pebisnis yang mengambil Tarekat Qadiriyah kepada Syekh Tajuddin al-Bahari saat bulan haji di Hijaz, kemudian memohon agar Syekh Tajuddin al-Bahari berkenan safar ke Sudan, maka keinginan tersebut dipenuhi oleh Syekh Tajuddin al-Bahari. Lima Ulama Sudan yang ber-bai’at kepadanya, yaitu: Syekh Muhamad al-Hamim bin Abdusshadiq al-Shadiqab, Syekh Banu al-Naqa al-Dlarir al-Ya’qubab, Syekh Hijazi Bani Arbeji, Syekh Sya’uddin al-Syakkriyah, dan Syekh Ajib al-Manjelik al-Abdalab.
Syekh Ahmad al-Thayib bin al-Basyir asal Sudan di umur sekitar 25 tahun setelah menuntut ilmu di Hijaz, kemudian membawa Tarekat Samaniyah ke Sudan pada tahun 1155 H. / 1742 M. Beliau berguru langsung kepada pendiri Tarekat Samaniyah, yaitu Syekh Muhamad bin Abdul Karim yang dikenal Syekh Samman saat menimba ilmu di Madinah al-Munawarah selama 7 tahun. Tidak hanya tarekat yang beliau pelajari bersama Syekh Samman melainkan berbagai macam fan ilmu, misalnya hadits.
Selanjutnya, masuk Tarekat Idrisiyah melalui murid-murid Sayid Ahmad bin Idris, misalnya Sayid Abdul Ali al-Idrisi dan Sayid Muhamad Syarif al-Idrisi. Di masa yang sama, berdiri tarekat asli Sudan, yaitu tarekat Khatmiyah sekitar tahun 1815 M. didirikan oleh Sayid Muhamad Usman asal Hijaz. Tarekat Khatmiyah menggabungkan lima tarekat sekaligus yang disingkatنقشجم (Naqsajam), yaitu Naqsabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah, Junaidiyah, dan Mirghaniyah.
Setelah qurun tersebut, tarekat berkembang pesat di Sudan, misalnya Tarekat Isma’iliyah pembaharuan dari Tarekat Khatmiyah, Tarekat Anshariyah Mahdiyah didirikan oleh Syekh Muhamad Ahmad al-Mahdi, Tarekat Azmiyah didirikan oleh Syekh Madli Abu Azayim, Tarekat Hindiyah didirikan oleh Quthbu al-Qur’an Sayid Muhamad al-Amin al-Hindi, dan seterusnya. Masuknya tarekat tersebut menambah pengetahuan dan pendidikan yang baru. Para murid tidak hanya mempelajari ilmu dhahir dengan menghafal dan menulis, melainkan juga laku bathin dengan cara tertentu, baik hubungan sesama manusia, makhluk, dan lingkungan sekitar, terlebih lagi hubungan dengan Tuhan.
Masyarakat Bermadzhab
Mazhab Maliki menguasai wilayah Mesir hingga Maroko sejak akhir qurun 8 M. sebelum berdirinya kerajaan Islam Sinar atau kerajaan Funj di Sudan. Saat itu Dinasti Umayyah di akhir keruntuhannya dengan menjadikan Andalusia yang masyarakatnya bermazhab Maliki, namun pada qurun 9 M. mazhab Syafi’i mendominasi Mesir, menggeser mayoritas mazhab Maliki, sehingga mazhab Maliki masih mendominasi di wilayah Andalusia hingga wilayah selatan Afrika, selain Mesir.
Sudan masa itu, yakni masuk masa pemerintahan Kerajaan Sinar, masih lebih didominasi oleh mazhab Maliki, sedangkan madzhab Syafi’i hanya sedikit, misalnya Syekh Muhamad bin Qadam al-Kimani al-Mishri yang memiliki murid Syekh Abdullah A’araki, Syekh Abdurrahman, dan al-Qadi Dasyin al-Syafi’i, bahkan mufti pada saat itu dengan berfatwa dua mazhab, sekalipun mazhab Syafi’i terhitung minoritas, misalnya mufti Syamat bin Adlan al-Syayiqi.
Selanjutnya, mazhab Maliki menjadi pilihan masyarakat pribumi, maka dilihat dari sejarah inilah pengaruh keilmuan bermadzhab maliki di Sudan menjadi bagian dari keseharian dan pengambilan keputusan hukum, bahkan hingga ke hukum pemerintahan yang saat itu Kerajaan Sinar sangat kuat dan jaya, sehingga masih lestari mazhab maliki hingga saat ini, sedangkan mazhab yang lain hanya di sebagian daerah tertentu.
Kerajaan Sinar
Kerajaan Sinar didirikan oleh suku Funj. Menurut sebagian pakar sejarah, suku ini masih berhubungan dengan Daulah Umayyah, secara politik maupun nasab. Suku Funj mengasingkan diri dari pemerintahan Daulah Abbasiyah, ada yang mengatakan memang kabur dari kejaran pemerintahan Daulah Abbasiyah. Berdirinya Kerajaan Sinar dibantu oleh suku Abdalab yang memiliki markas di wilayah Khartoum Bahri. Berdirinya Kerajaan Sinar memberi angin segar bagi para ulama Sudan sehingga bermunculan ulama terkemuka.
Muncul Syekh al-Madlwi bin Muhamad bin al-Mishri, seorang tokoh pendidik dan memiliki banyak karya, walaupun sebagian karyanya masih berbentuk manuskrip, di antara karyanya adalah شرح على أم البراهين ,شرح الآجرومية , شرح الجزرية dan lain-lain. Perjuangannya dalam mendidik dan berkarya dilanjutkan oleh muridnya, misalnya Syekh Abdul Qadir al-Bikai dan Syekh Muhamad bin Imron, keduanya memiliki karya Syarah kitab Ummul Barahin. Tahun 1603 M dilahirkannya Syekh Ali bin Bari di Jazirah, tokoh yang melahir banyak ulama dan memiliki karya شرح على أم البراهين للسنوسي في العقائد. Muridnya yang terkenal adalah Syekh Arbab bin Ali atau dikenal dengan Syekh Arbab al-A’aq’id, salah satu pendiri kota Khartoum. Buah karya tulisnya adalah .جواهر العقائد.
Mata rantai keilmuan Ulama Sudan sangat jelas. Berasal dari Arab kemudian turun-temurun dilanjutkan oleh putra dan murid-muridnya dengan mendalami ilmu agama tidak hanya berdasarkan hafalan, melainkan juga menulis dan berkarya, walaupun karya-karyanya masih berbentuk manuskrip karena beberapa faktor, salah satunya adalah jarangnya pengeksplorasian ke khalayak luas, melainkan hanya diturunkan dan diajarkan kepada murid-muridnya saja.
Karya Ulama Sudan
- Karya Ulama Sudan dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian:
- Matan Kitab
- Syarah Kitab
- Hamisyah Kitab
- Kitab Mukhtashor
- Kitab Manzdumah
- Kitab Nasar
- Kitab Metode Akademik
Selama pengkaji menulis makalah ini belum ada keterangan yang pasti terkait karya tulis ulama Sudan yang berbentuk hasyiyah. Beberapa contoh kitab ulama Sudan, di antaranya:
Berupa Mandhumah (matan) serta Syarah-nya:
فتح الحميد في شرح جواهر التوحيد للناظم الشيخ إبراهيم بن إبراهيم اللقاني / للشارح الشيخ العلامة علي بقادي.
نسيم الجنان شرح منظومة مراتب التوحيد العشرة للناظم الشيخ بهران بن السنوسي / للشارح الشيخ محمد نصر سليمان.
سلسبيل الوفا بشرح منظومة الصفا / كلاهما للشيخ أبو عركي عبد القادر.
شرح منظومة الطابتية / كلاهما للشيخ محمد سرور بن عبد المحمود الخفيان.
Berupa Hamisyah Kitab:
منظومة منجية العبيد من هول يوم الوعد والوعيد للناظم السيد محمد عثمان / مع الهامش الشيخ إدريس دفع الله الختمي
Berupa Kitab Mukhtashor:
مقدمة تفسير الظلال / للملحّص الشيخ عبد الفتاح جابر
Berupa Kitab Nasar:
جواهر العقائد / للشيخ أرباب بن علي الشهير بأرباب العقائد.
دموع المسلمين في سيرة وفاة سيد المرسلين / للشيخ عبد الباقي العجيمي
بلوغ الأماني في ثمان رسائل متعلقة بالنبي العدناني وآل بيته ذوي النعوت الحسان / للشيخ يحيى محمد عبد الرحمن.
Berupa Syarah Kitab Nasar:
شرح أم البراهين (متن السنوسية) / للشارح الشيخ عيسى بن بشارة الانصاري
Berupa Kitab Metode Akademik
نظرات في التصوف للشيخ عبد المحمود الخفيان
Menjelajah Keilmuan di Sudan
Prisip dasar menuntut ilmu adalah niat atau noto niat (menata niat). Niat merupakan tonggak kesuksesan dalam apapun untuk tujuan yang diinginkan, terutama dalam menuntut ilmu, sehingga semestinya setiap pencari ilmu harus sangat kuat niatnya untuk mendapatkan ilmu. Jika niatnya lemah, tentu perjalanan menuntut ilmu sering terlalaikan, oleh karena itu niat sangat penting untuk kesuksesan menuntut ilmu. Rasulullah SAW. bersabda:
عن ابي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ تَعَلَمَ عِلْماً مِماَ يُبْتَغىَ بِهِ وَجْهُ الله عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَتَعَلَمُهُ اِلاَ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُنْياَ لَمْ يَجِدْ عَرَفَ الْجَنَةِ يَوْمَ القِياَمَةِ ( رواه أبوداود )
Pertama; Sanad Guru yang Muttasil (keilmuan dengan mata rantai yang bersambung sampai Rasulullah SAW.), Kedua; Mengaji dengan pemahaman yang benar dari ahlinya atau dikenal ngaji dirayah, Ketiga; Diskusi, dan Keempat; Nasyrul Ulum. Keempat prinsip ini bisa dikembangkan sesuai kondisi murid, lingkungan, bahkan juga Guru.
Bagian pertama adalah sanad Guru yang muttasil. Syekh Muhamad al-Khalifah al-Hasan berpesan:
الوهابيون ليس لهم إسناد
Para Kyai di Pesantren memiliki mata rantai keilmuan yang bersambung kepada Rasulullah SAW., walaupun santri tidak mendapatkan ijazah tertulis dari Kiai, namun yang terpenting setelah sanad adalah Rida Guru. Demikian pula di Sudan banyak para guru yang enggan menuliskan atau mengijazahkan secara tertulis kepada murid, maka jika telah pasti sanad-nya bersambung kepada Rasulullah SAW adalah mengharap Rida Guru.
Bagian kedua “ngaji dirayah” yang harus dimulai dari kitab dasar dan bertahap hingga tuntas. Terkait ilmu dirayah disebutkan oleh Shaleh bin Abdullah al-Makki dalam kitab “Nadlrah al-Naim min Ahlaq Rasulullah al-Karim SAW” yang isi kitabnya sebagian tentang mutiara kalam Arab, disebutkan:
العلم والد والعمل مولود ، والعلم مع العمل ، والرواية مع الدراية
Bagian ketiga “diskusi”. Sering didengar “untuk apa sih diskusi?”. Sebenarnya, berbekal ilmu yang sedikit, tetapi didiskusikan akan lebih mudah mengingatnya. Diskusi banyak manfaatnya, setidaknya dengan berdiskusi dapat diketahui kuatnya ingatan sejauh mana dalam meneropong dan menganalisa kasus dan menemukan jawabannya, lalu menyampaikan dengan benar. Sisi lain, berdiskusi sering mendapatkan informasi yang belum tersentuh oleh alam pikiran sendiri dan dibantu oleh orang yang memberi informasi.
Bagian keempat “nasyrul ulum” menyebarkan ilmu-ilmu yang diperoleh atau dengan sederhana disebut nularke ilmu kepada yang belum tau. Ilmu yang diajarkan tidak akan rugi, justru akan menguatkan ilmu pada orang yang menyebarkannya, terlebih lagi menyimpan ilmu bagian dari larangan agama, sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW. terkait ancaman kepada orang yang kitmanul ilmi (orang yang menyembunyikan ilmunya), atau hadis Rasulullah SAW. dalam sabdanya:
عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : بلغوا عني ولو آية وحدثوا عن بني إسرائيل ، ولا حرج ، ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار . (رواه البخاري)
Menjelajah keilmuan Ulama Sudan bisa diketahui dari pusat pendidikan, misalnya madrasah, khalwah (pondok al-Quran), zawiyah para Syekh atau Khalifah tarekat, bahkan Ulama Sudan bisa diperoleh di sekitar pasar, sebab keengganannya untuk masyhur atau kehidupannya yang sangat sederhana. Selain itu, ziarah ke dlarihah para Syekh juga penting. Khartoum Bahri sekitar 24 dlarihah awliyaallah, Omdurman sekitar 30 dlarihah awliyaallah, Kharoum sendiri sekitar 16 dlarihah awliyaallah, belum lagi wilayah Madani, Kassala, Barbar, dan lain sebagainya.
Oleh: M. Ahmad Faridi, S.Ag.
*Materi ini disampaikan dalam “Diskusi Literasi” dengan tema “Mengeksplor Nilai Intelektual dalam Literatur Afrika” yang diselenggarakan oleh Lembaga Ta’lif Wa Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama Sudan pada 08 Februari 2022 di Wisma PCINU Sudan.
Baca juga Potret Sosial Literasi Sudan-Afrika
Daftar Pustaka
Aplikasi
Ahmad bin Ali al-Abidi, al-Mawa’id wa al-I’tibar, Aplikasi Maktabah Shamela.
Al-Husein bin al-Manshur, Adab al-Ulama wa al-Mutaallim, Aplikasi Maktabah Shamela.
Kitab
Abdul Majid Abidin, Tarikh al-Tsaqafah al-Arabiah fi al-Sudan, Khartoum: Daru al-Mushawirat, 2015.
Abdullah Husein, Tarikh al-Sudan, Mesir: Darul al-Haya’, 2016.
Abdurrahman Ahmad Usman, al-Sufiyah bi al-Sudan, Khartoum: Daru al-Jami’ah Ifrikiya al-Alamiah, 2004.
Abdurrahman Muhamad Abdul Majid, Atsar al-Tasawuf fi Takwini al-Syahshiyah al-Sudaniyah, Khartoum: WedelKebeidah, 2013.
Ahmad Ali al-Imam, al-Khalwah wa al-‘Audah al-Hulwa, Khartoum: tanpa penerbit, 2002.
Al-Madani Muhamad al-Tum, al-Ulama al-Sinariyun, Khartoum: tanpa penerbit, 2019.
Muhamad bin Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, vol. 4. Cairo: Musthafa al-Halabi, 1975.
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, vol. 4, Cairo: Daru al-Syaab, 1987.
Jamal Musthafa Ali, al-Qubbab wa al-Adlrihah fi Sudan, vol. 1, Silsilah Kitab Jamiah Sinnar, Sudan, no. 44, tahun 2017.
Shaleh bin Abdullah al-Makki, Nadlrah al-Naim min Ahlaq Rasulullah al-Karim SAW, vol. 7, Jeddah: Daru al-Nasr wa al-Tazi, tthn.
Thariq Ahmad Usman, al-Thariqah al-Samaniyah fi al-Sudan, Khartoum: al-Jami’ah Ifrikiya al-Alamiah, 2009.
Zainal Abidin Munawwir, Wadzaif al-Mutaallim, Krapyak: Maktabah al-Munawwir, tthn.
Website
Hasan al-Badri Hasan dalam artikel berjudul al-Thariqah al-Khatmiyah al-Dauliyah wa Syaikhuhu al-Sayid Muhamad Usman bin al-Sayid Ali al-Mirghani dari website www.alrakoba.net, di akses tanggal 01 Februari 2022.
Catatan Kaki:
1Abdul Majid Abidin, Tarikh al-Tsaqafah al-Arabiah fi al-Sudan, (Khartoum: Daru al-Mushawirat, 2015), hlm. 36.
2Abdullah Husein, Tarikh al-Sudan, (Mesir: Darul al-Haya’, 2016), hlm. 78-79.
3Ahmad bin Ali al-Abidi, al-Mawa’id wa al-I’tibar, Aplikasi Maktabah Shamela, hlm. 252. Lihat juga: Abdullah Husein, Tarikh al-Sudan, hlm. 78-79.
4Ahmad Ali al-Imam, al-Khalwah wa al-‘Audah al-Hulwa, (Khartoum, 2002), hlm. 27.
5Abdul Majid Abidin, Tarikh al-Tsaqafah al-Arabiah fi al-Sudan, hlm. 36.
6Ahmad Ali al-Imam, al-Khalwah wa al-‘Audah al-Hulwa, hlm. 34-35.
7Abdurrahman Muhamad Abdul Majid, Atsar al-Tasawuf fi Takwini al-Syahshiyah al-Sudaniyah, (Khartoum: WedelKebeidah, 2013), hlm. 20.
8Abdurrahman Muhamad Abdul Majid, Atsar al-Tasawuf fi Takwini al-Syahshiyah al-Sudaniyah, hlm. 20.
9Abdurrahman Ahmad Usman, al-Sufiyah bi al-Sudan, (Khartoum: Daru al-Jami’ah Ifrikiya al-Alamiah, 2004), hlm. 9.
10Abdurrahman Muhamad Abdul Majid, Atsar al-Tasawuf fi Takwini al-Syahshiyah al-Sudaniyah, hlm. 20.
11Thariq Ahmad Usman, al-Thariqah al-Samaniyah fi al-Sudan, (Khartoum: al-Jami’ah Ifrikiya al-Alamiah, 2009), hlm. 37.
12Abdurrahman Muhamad Abdul Majid, Atsar al-Tasawuf fi Takwini al-Syahshiyah al-Sudaniyah, hlm. 20.
13Thariq Ahmad Usman, al-Thariqah al-Samaniyah fi al-Sudan, hlm. 37.
14Abdurrahman Ahmad Usman, al-Sufiyah bi al-Sudan, hlm. 16.
15Abdurrahman Ahmad Usman, al-Sufiyah bi al-Sudan, hlm. 18.
16Hasan al-Badri Hasan dalam artikel berjudul al-Thariqah al-Khatmiyah al-Dauliyah wa Syaikhuhu al-Sayid Muhamad Usman bin al-Sayid Ali al-Mirghani dari website www.alrakoba.net, di akses tanggal 01 Februari 2022.
17Abdurrahman Ahmad Usman, al-Sufiyah bi al-Sudan, hlm. 18-23.
18Abdul Majid Abidin, Tarikh al-Tsaqafah al-Arabiah fi al-Sudan, hlm. 74.
19Abdullah Husein, Tarikh al-Sudan, hlm. 91.
20Abdul Majid Abidin, Tarikh al-Tsaqafah al-Arabiah fi al-Sudan, hlm. 86.
21Al-Madani Muhamad al-Tum, al-Ulama al-Sinariyun, (Khartoum: tanpa penerbit, 2019), hlm. 164-165
22Zainal Abidin Munawwir, Wadzaif al-Muta’allim, (Krapyak: Maktabah al-Munawwir, tthn), hlm. 5.
23Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud, vol. 3, (Beirut: Daru al-Fikri.1994), hal. 320.
24Shaleh bin Abdullah al-Makki, Nadlrah al-Na’im min Ahlaq Rasulullah al-Karim SAW, vol. 7, (Jeddah: Daru al-Nasr wa al-Ta’zi’, tthn), hlm. 3050.
25Al-Husein bin al-Manshur, Adab al-Ulama wa al-Muta’allim, Aplikasi Maktabah Shamela, hlm. 6.
26Muhamad bin Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, vol. 4. (Cairo: Musthafa al-Halabi, 1975), hlm. 29.
27Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, vol. 4, (Cairo: Daru al-Sya’ab, 1987), hlm. 207.
28Jamal Musthafa Ali, al-Qubbab wa al-Adlrihah fi Sudan, vol. 1, Silsilah Kitab Ja’miah Sinnar, Sudan, no. 44, thun 2017, hlm. 375-380.
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
One Response