“Arab itu kelebihanya cuma satu, ada Ka’bah. Kalau nggak ada (Ka’bah) mending lihat kebun binatang taman safari, lebih enak dilihat.” Ungkapan ini disampaikan oleh Habib Zein Assegaf atau yang sering dipanggil Habib Kribo yang akhir-akhir ini viral di sosial media dan menjadi bahan pembicaraan publik.
Meski jika kita tonton vidio-vidio Habib Kribo di channel-nya, beliau lebih sering menyuarakan Islam Nusantara dan mendukung penuh kebudayaan Indonesia, tapi perkataan semacam ini jelas tidak patut dikatakan oleh seorang muslim manapun. Terlebih beliau mengaku sebagai salah satu dzurriyyah Nabi. Ini akan menimbulkan stigma negatif dalam masyarakat.
Memang benar, Islam tidak diturunkan hanya untuk bangsa Arab, Islam bukan berarti arab, dan semua yang berbau Arab adalah Islam. Tapi tentu diturunkanya Islam pertama kali di Arab dan kitab suci diturunkan berbahasa Arab bukan tanpa sebab.
Banyak hipotesa mengapa Islam diturunkan pertama kali di Arab. Seperti yang kadang kita dengar bahwasanya mengapa bukan Indonesia yang dipilih Allah sebagai tempat lahir agama ini? Karena akhlak orang Indonesia -yang kala itu entah bernama Nusantara atau apa- sudah baik. Maka turunnya Nabi dianggap kurang efektif. Atau bahwa orang Indonesia lebih mudah didakwahi daripada mereka orang Arab yang wataknya keras. Namun, semua ini hanya hasil renungan atau analisa dangkal. Bisa jadi benar tapi besar peluang untuk terbantahkan.
Baca juga: Harlah NU ke-96; PCINU Sudan Menggelar Ngaji Dirayah Tasawuf
Memang permasalahan mengapa Allah memilih sesuatu dan meninggalkan lainya adalah murni kehendak Allah. Kehendak Allah tidak harus mempunyai tujuan di dalamnya seperti pekerjaan manusia atau yang biasa disebut illah alghoiyyah dalam disiplin ilmu akidah. Namun, sebagai makhluk berakal, kita diberi kebebasan untuk menyimpulkan sebab akibat dari apa yang ditakdirkan. Permasalahan mengapa Arab dipilih dan tidak yang lainya ini tentu menimbulkan tanda tanya besar.
Maka sebagai ulama yang namanya semerbak di berbagai belahan dunia, Syeikh Ramadhan Al Buthi ikut mengungkap dan menulis dalam bukunya Fiqhu As sirah An Nabawiyah tentang hikmah-hikmah mengapa Allah memilih Arab sebagai tempat kelahiran Islam. Tidak dari sisi buruknya, melainkan sisi keistimewaan Arab kala itu.
Pertama, kita harus melihat kondisi Arab dengan cara membandingkannya dengan peradaban besar lainya kala itu. Seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. Persia kala itu menjadi ladang tumbuhnya falsafah yang justru merusak peradaban, seperti dianjurkanya kawin dengan saudaranya, anaknya, bahkan ibunya sendiri. Atau kepercayaan bahwa wanita itu bebas digauli dan harta benda semua orang milik bersama. Ini tentu menimbulkan kekacauan yang besar. Sedangkan Romawi kala itu sedang gila imperialisme. Mereka pun tidak mempunyai kejelasan dalam beragama. Bahkan agama dibuat mainan dan dirubah sesuai kepentingan mereka.
Adapun Yunani yang terkenal akan falsafahnya, justru disibukkan dengan memikirkan hal-hal yang tidak membuahkan apapun alias hampa. Dari semua peradaban yang ada, India dianggap para sejarawan menjadi peradaban paling kacau dari segi agama, akhlak, maupun masyarakatnya. Bahkan jika kita belajar perbandingan agama, disebutkan bahwa Tuhan orang India lebih banyak daripada masyarakatnya.
Sedangkan jazirah Arab saat itu jauh dari kekacauan-kekacauan tersebut. Masyarakat arab juga tidak terpengaruh dengan falsafah kebebasan dan gila kekuasaan juga pemberontakan seperti di Romawi. Orang-orang arab masih bertabiat manusia murni. Mereka masih punya kecenderungan untuk melakukan hal baik, seperti tolong-menolong, dermawan, dan menjaga diri.
Namun, yang menjadi masalah adalah mereka tidak tahu bagaimana rumusan yang tepat untuk menuju kepada hal-hal baik tersebut. Seperti halnya mereka menganggap mempunyai anak perempuan adalah sebuah aib karena ketika mereka kalah perang, semua wanita akan diboyong dan dijadikan budak. Kemudian hal tersebut akan merendahkan diri mereka. Maka membunuhnya sejak dini adalah solusi menyelamatkan kehormatan mereka. Mereka juga menghamburkan harta agar disebut dermawan. Dan masih banyak lainnya.
Perlakuan bangsa tersebut bukanlah interpresentasi kebodohan mereka. Hanya saja ini adalah refleks yang salah dan patut diampuni. Inilah yang diredaksikan Allah dengan kalimat “dhalal” dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 198. ( وإن كنتم لمن الضالين ). Berbeda dengan peradaban lainya yang memang mengetahui keburukan, akan tetapi dengan sadar melakukanya karena sebuah tujuan. Inilah yang menjadikan tanah Arab layak menjadi ladang tumbuhnya Islam yang subur.
Maka kurang tepat jika Habib Kribo mengatakan Arab itu sebelum datangnya Nabi adalah bangsa yang primitif, bodoh, dan tidak berkebudayaan. Kita harus mencintai Arab karena Nabi adalah orang Arab, dan Al-Quran juga berbahasa Arab. Jangan sampai demi menjunjung kebudayaan sendiri lalu kita rendahkan kebudayaan lain. Kebenaran harus disampaikan dengan cara yang benar. Wallahu a’lam…
Penulis: M. Iqbal Marzuqi (Mahasiswa Fak. Ushuluddin, Al Azhar University)
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)