Keminter, Menurut Dunia Psikologi

 Guys!  Pernahkah kita menemukan seseorang dengan percaya dirinya mengungkapkan sesuatu didepan orang banyak padahal semua tahu  kalau itu salah? Atau  mereka yang berani mengkritik suatu persoalan padahal ia sendiri tidak berkompeten  dalam bidang tersebut  dan  menjengkelkannya lagi selalu ngeyel jika dibenarkan? Jangan-jangan mereka termasuk golongan Keminter atau memang berjiwa optimistis?

KEMINTER merupakan  salah satu bahasa jawa yang biasanya digunakan untuk menanggapi orang-orang ‘Sok Pintar’ terhadap apapun yang ada dihadapanya. Adapun  dalam  istilah Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘Sok’ mengandung makna Berlagak (suka pamer dan sebagainya); Merasa mampu tetapi sebenarnya tidak. Sedangkan OPTIMISTIS mempunyai arti bersifat optimis; penuh harapan (tentang sikap). Dilihat segi makna pendeknya saja keduanya sudah terlihat berbeda, meski  dalam  pengkajian ada kesamaan  pada gejala sikap  rasa ingin tahu, antusiasme berlebih terhadap sesuatu yang baru, dan  terlihat tidak takut melangkah lebih lebar lagi dibanding yang lain. Tetapi, jika para pelaku optimis ini tidak segan-segan belajar kepada orang-orang yang dirasa lebih berkompeten untuk menambah wawasanya, lain halnya dengan kaum-kaum keminter yang alergi bekerjasama memecahkan suatu hal karena mereka beranggapan semua orang berkasta dibawahnya.

Di dunia psikologi, Keminterjuga dikenal dengan sebutan Dunning-Kruger Effectyakni suatu bias kognitif  ketika  seseorang yang tidak memiliki superioritas ilutsif, artinya ia merasa kemampuanya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya. Bias ini diakibatkan oleh ketidakmampuan orang tersebut secara metakognitif untuk mengetahui segala kekuranganya.                                       

Sejarah mencatat Dunning-Kruger Effect diciptakan oleh seorang psikolog sosial asal cornell university bernama David Dunning  bersama  Justin Kruger mahasiswa pra sarjananya pada tahun 1999 setelah mendapatkan apresiasi serupa dari pandangan para filsuf dan ilmuwan. Seperti Konfusius, Betrand Russel, Charles Darwin, danShakespeare. Lucunya lagi, alasan lain keduanya ingin mengkaji teori ini lebih lanjut juga karena terinspirasi dari kasus McArthur Wheeler seorang perampok  Dua Bank yang mencoba mempraktekan teori gilanya dengan  menyiramkan air perasan lemon ke wajahnya agar tidak terpantau kamera pengawas, karena ia pikir hal itu  sama seperti menulis menggunakan tinta perasan air lemon yang tulisannya tidak akan terlihat.

Jennie M. Xue Kolumnis internasional serial entrepreneur, pengajar dan bisnis yang berbasis di California, mengelompokkan para pelaku Keminter/Dunning-Kruger Effect  pada golongan Inkompeten. Sementara itu,  Dunning dan Kruger  sendiri jugapernah mengkaji dan menemukan fakta bahwa orang-orang seperti ini mempunyai kemampuan (skill) tertentu, diantaranya:

  1. Cenderung menilai tingkat kemampuannya secara berlebihan;
  2. Tidak bisa mengetahui kemampuan sejati orang lain;
  3. Tidak bisa mengetahui ekstremnya ketidakmampuan sendiri;
  4. Mau mengenali dan mengakui ketidakmampuan mereka sebelumnya jika mereka diharuskan berlatih untuk mendapatkan kemampuan tersebut.

Dalam makalah karangan keduanya, berjudul Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One’s Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments yang  berhasil dianugrahi Ig Nobel Prize untuk kategori Psikologi pada tahun 2000 menambahkan, “Orang-orang yang memiliki nilai rendah cenderung menilai diri mereka mendapat nilai yang tinggi. Sebagai contoh: orang-orang yang mendapat nilai 12% justru menganggap kemampuan mereka sebesar 62%. Hal ini mengungkapkan bahwa tidak hanya mereka kurang mampu mengerjakan tes tersebut, mereka juga tidak mampu menyadari kesalahan yang telah mereka perbuat”. Hasil ini telah melewati pengujian terhadap partisipan dengan rangkaian tes logika, tata bahasa, dan humor. Pemahaman sederhananya, ternyata orang-orang  bodoh atau berkemampuan lemah cenderung memberikan penilaian yang tinggi terhadap dirinya sendiri.

Lantas dengan seiringnya waktu ketika pemikiran manusia semakin terbuka dan sumber daya manusia yang digadang-gadang menjadi salah satu faktor munculnya ke-tidak-realitisnya  pemikiran seseorang ini sudah tuntas, akankah para pelaku Keminter/Dunning-Kruger Effect  semakin langka ditemukan? 

Meski kurang mampu memahami domain intelektual  tetapi para pelaku Keminter/Dunning-Kruger Effect  inimahir dalam mengadopsi secuil informasi mentah, kemudian menyampaikanya kepada khalayak ramai dengan ditambah bumbu-bumbu penyedap versi mereka sendiri. Tanpa mempelajarinya lebih jauh,  mereka juga bisa langsung menyuarakan atau mengambil keputusan, fenomena ini dapat muncul di mana saja dalam berbagai bidang . Seperti yang diungkapkan dalam hasil eksperimen David Dunning bersama rekan-rekan psikolog lainnya, dimana mereka memberi pertanyaan kepada partisipan mengenai istilah-istilah pada politik, fisika, dan geografi. Disisipkan pula beberapa istilah yang dibuat-buat dan tak memiliki arti. Dan ternyata 90%  dari mereka faham istilah buatan tersebut. Sedangkan di Era sekarang, ketika faktor-faktor pendukung seperti media digital semakin cepat dan praktis untuk menggali informasi, serta semakin dipermudahnya  jalan penyebaran karena kurangnya pengetatan pada sistem penyaringan berita, pastilah menjadi peluang besar dan suatu angin segar bagi para pelaku dalam mengekspresikan hobi menyimpangnya itu.             

Sebagai contoh seperti ini, kita sekarang berada pada zaman ketika Ucapan seorang profesor tak jauh berbeda dengan katakanlah influencer, atau fatwa dari selebgram lebih benar dari fatwa para Ulama’. Walau ucapan profesor dan Ulama’ bernas, berlandaskan ilmu pengetahuan, tak jarang justru di era demokrasi digital ini suara mereka kalah nyaring dengan mereka yang menyebut dirinya influencer dan selebgram.  Sang influencer dan Selebgram ini bisa kita representasikan sebagai pelaku dari teori  Dunning-Kruger Effect karena mereka berani berbicara dan menyebarkan sesuatu yang bukan ranah koor kompetensinya sehingga menjadikan fakta dan asumsi justru silih berkelindan dan membuat masyarakat bingung mana sebenarnya yang harus dijadikan refrensi.

Jadi merujuk dengan pernyataan diatas, tentang adanya pola pemikiran masyarakat kian terbuka ataupun meningkatnya sumber daya manusia bukanlah suatu krikil yang patut diperhitungkan untuk menghentikan kebiasaan pelaku S Keminter/Dunning-Kruger Effect  elama akses menuju kesana masih bisa berjalan baik maka popularitas mereka akan tetap bertahan bahkan cenderung meningkat.

Adapun di antara salah satu penyebab terbesar dari  Dunning-Kruger Effect  adalah sikap ego. Tentu, manusia manapun tidak mau terlihat seperti orang bodoh yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa. Hal ini yang melandasi seseorang meningkatkan penilaian terhadap dirinya dan mengabaikan kelemahan diri (ignorance).

Sejatinya, Keminter/Dunning-Kruger Effect ini juga bukanlah sebuah penyakit patologis, melainkan kondisi wajar manusia. Fenomena ini ada lebih karena dorongan akibat beban ganda yang dimiliki oleh orang tersebut. Kita tidak dapat menyusun rencana perawatan kesehatan untuk menghindari wabahnya. Meskipun begitu, jika tidak ada pencegahan bisa saja kita mengalami delusi yang tak tersembuhkan mengenai kompetensi diri kita sendiri.

Berikut beberapa faktor sebab munculnya fenomena Keminter/Dunning-Kruger Effect  menurut para psikolog sekaligus rincian Terapi Jiwanya dalam perspektif islam :

  • Faktor Kurangnya metakognisi 

Metakognisi merupakan sebuah proses mengamati dan mengendalikan aktivitas kognitif yang terjadi di kepala manusia. Dengan kurangnya metakognisi ini biasanya orang yang suka mengalami Keminter/Dunning-Kruger Effect  hanya akan menilai secara subjektif dan terbatas tentang diri mereka sendiri. Sehingga perspektif yang terbatas dan subjektif itu membuat mereka merasa lebih unggul, terampil dan berpengetahuan luas padahal nyatanya tidak. 

Dalam pandangan Islam, contoh sikap-sikap diatas bisa saja kita maknai dengan rasa Bangga diri (‘ujub).  Allah menggambarkan sifat ‘ujub seperti penyakit mental yang sangat berbahaya, sebab eksistensinya membuat hati menjadi beku di dalam menerima kebaikan, memperingan dosa dan selalu menutup-nutupi kesalahan. Sebagaimana firman Allah swt.:

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ

Penafsiran ayat 51 dari suroh fussilat diatas adalah: (Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia) yang dimaksud adalah jenis manusia (ia berpaling) tidak mau bersyukur (dan menjauhkan diri) yakni memutarkan badannya seraya menyombongkan diri; (tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdoa) banyak permintaannya.

Islam memberikan terapi ‘ujub  ini dengan cara mengikis nafsu syahwat sedikit demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu’) dengan melihat kebesaran Allah SWT yang tidak mungkin bisa kita ukur nominalnya. Tawadhu’ juga merupakan salah satu sikap terpuji yang memiliki keutamaan luar biasa jika manusia mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan salah satu ciri keutamaanya adalah dapat menjauhkan diri dari sifat ‘ujub atau bisa diartikan sikap kurang mampunya mengendalikan proses metakognisi.

وما تواضع أحد لله إلا رفعه الله

Tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588)

  • Faktor Heuristik 

Heuristik adalah sebuah jalan pintas mental yang memungkinkan seseorang memecahkan masalah dan membuat penilaian dengan cepat dan efisien. Meskipun cara ini bagus karena mampu menciptakan solusi yang cepat, tapi umumnya mereka yang melakukan ini terkadang memiliki pemahaman akan masalah dan solusi yang tidak akurat karena terlalu cepat menyimpulkan. 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Ar-Ruh “Bahwa tergesa-gesa adalah keinginan untuk mendapatkan sesuatu sebelum tiba waktunya yang disebabkan oleh besarnya keinginannya terhadap sesuatu tersebut, seperti halnya orang yang memanen buah sebelum datang waktu panennya.’’

Pernyataan beliau diatas tentu secara jelas mempunyai kesamaan dengan Faktor  Heuristik dalam berbagai aspek. Meski tidak setenar sifat ‘Ujub yang sering menjadi refrensipara penulis, sebenarnya sifat ini juga sangat berpotensi masuk sebagai salah satu contoh Akhlaq Madzmumah (Akhlaq Tercela). 

Adapun dalam konteks arab sikap tergesa-tergesa disebut  dengan istilah isti’jal, ‘ajalah, dan tasarru’. Dan perlu kita ketahui, pada dasarnya  Allah SWT telah  me-nash jika  ‘ajalah (tergesa-gesa) merupakan sifat yang sudah melekat pada diri manusia.  Seperti disebut dalam firman Allah swt.:

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ ۚ سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ

 “Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepada kamu tanda-tanda (kekuasaan)-Ku maka janganlah kamu meminta Aku menyegerakannya.” (QS al-Anbiya [21]: 37).

Suatu hal yang menjadi daftar hitam di dalam hukum Allah SWT sudah barang tentu tidak baik.  Begitu pun sifat ‘ajalah (tergesa-gesa) dengan berbagai turunannya yang jelas-jelas penyebutannya dalam Al-Qur’an hampir keseluruhan dalam konteks celaan yang wajib kita hindari pengamalannya.

Seperti adanya lawan kata dari ‘ajalah  yaitu anaah dan tatsabbut yang berarti tenang atau pelan, keduaya juga mempunyai sisi perbedaan pada asal muasal dilahirkan. Salah satu Hadits meriwayatkan dari Sahabat Anas Rodhiyallohu ‘Anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Harapan Allah SWT menciptakan sifat  anaah dan tatsabbut pasti bukan bertujuan sebatas kata-kata tetapi juga mempunyai harapan sebagai perhatian agar seluruh makhluk berkeinginan mengamalkannya. Jadi sudah sepantasnya dalam riwayat lain menyebutkan, Ia begitu mencintai orang-orang yang memiliki sifat tersebut.  

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ، وَالأَنَاةُ

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketika memiliki sifat Keminter atau gejala Dunning-Kruger Effect  ini, mau tidak mau kita selalu merasa dibawah bayang-bayang orang lain sehingga secara tidak sengaja mencetak diri kita menjadi seseorang yang ambisius, iri dengki, berdusta, kadang kala sampai mengadu domba. Manusia memang diciptakan paling sempurna dibanding makhluk-makhluk lainya, tapi perlu kita ingat suatu fakta bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Maqolah yang kerap kita dengar menyebutkan :

الانسان محل الخطأ والنسيان

“Manusia tempatnya salah dan lupa’’

Jadi, sudah lumrahnya kita memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Jangan sampai ketika harapan kita tidak sesuai realita, kemudian melampiaskannya kepada orang lain secara langsung apalagi sampai melibatkan dunia maya sebagai gantinya.                                                                 

Maka selain terapi jiwa yang sudah di bahas tadi, kita juga perlu mengetahui beberapa cara cognitive behavioural therapy (CBT)  untuk menegaskan pelaku Keminter/Dunning-Kruger Effect  jika tidak semua harus kita kuasai dan kita ketahui, antara lain:

  • Mau belajar dan mau menerima hal-hal baru, meskipun informasi tersebut harus disaring dulu.
  • Sesuaikan pengetahuan yang kita miliki dengan konteks yang da.
  • Sebelum berpendapat, kroscek lagi fakta-fakta yang ada di lapangan. apa yang  harus diucapkan berdasarkan fakta dan data, bukan berdasarkan penilaian yang subjektif.
  • Jangan malu dan marah bila mendapatkan kritikan. Jadikan itu sebagai evaluasi untuk hasil yang lebih baik lagi nantinya. Jika kritik yang disampaikan kurang sesuai, cukup untuk menjelaskan maksud dengan baik-baik.
  • Jangan paksa pendapat atau pemikiran kamu kepada orang lain di saat itu juga. Meski kamu yang benar, terkadang orang lain butuh waktu dan butuh “pengalaman” lebih untuk benar-benar memahaminya.
  • Belajarlah untuk jadi pendengar dan pahami situasi yang ada. Jika ada orang lain yang keliru, jangan mempermalukan orang tersebut. Beritahukan baik-baik, bila perlu, secara personal supaya dia bisa benar-benar memahami di mana letak kesalahannya tanpa harus tertekan.

Pepatah mengatakan, “Teladanilah Setangkai padi, semakin berisi semakin merunduk. Semakin tinggi imunya, semakin rendah hatinya.”

Baca juga: Kepribadian (Personality Traits) Ditinjau dari Konsep Psikologi Islam dan Modern

Mari belajar dari kisah orang-orang sholeh yang memilih mengalah untuk menghindari fitnah serta perpecahan dalam perbedaan. Berikut beberapa contohnya :

Sahabat Abdullah bin Mas’ud

Sahabat Abdullah bin Mas’ud dengan tegas menyatakan bahwa seorang musafir, afdholnya ialah sholat qashar, tidak tamm (sempurna), jika ada musafir yang sholatnya sempurna 4 rokaat, beliau mengatakan itu adalah mukholafatul-aula [مخالفة الأولى] (menyelisih pendapat yang utama).

Akan tetapi dengan rela ia meninggalkan pendapatnya dan ikut sholat sempurna 4 rokaat di belakang Utsman bin Affan yang memandang berbeda dengannya dalam masalah ini. lalu Ibnu Mas’ud ditanya: “kau mengkritik Utsman, tapi kenapa kau mnegikutinya sholat 4 rokaat?”. Ibn Mas’ud menjawab: [الخلاف شر] “berbeda itu buruk!”.[ Fathul-Baari 2/564]

Karena tahu, bahwa jika ia menonjolkan perbedaan itu depan umum yang tidak semuanya paham masalah tersebut, Ibnu Mas’ud memilih untuk tetap mengikuti Utsman walaupun itu menyelisih pandangannya sendiri.

Imam Malik bin Anas

Tentu juga kita tahu cerita tentang Imam Malik yang ditawari oleh Khalifah Al-Manshur untuk menjadikan bukunya “Al-Muwatho’” sebagai kitab Negara yang menjadi pegangan hukum bagi rakyatnya. Namun Imam malik menolak langusng tawaran itu:

يا أمير المؤمنين  لا تفعل هذا فإن الناس قد سبقت إليهم أقاويل ، وسمعوا أحاديث ، ورووا  روايات ، وأخذ كل قوم بما سبق إليهم ،

“wahai Amirul-mikminin, jangan lakukan itu! Orang-orang sudah terbiasa dengan pendapat-pendapat yang mereka dengar sebelumnya, mereka telah mendengar hadits-hadits, mereka juga telah melihat periwayatan, dan setiap kaum telah melakukan ibadah sesuai pendapat yang mereka ambil sebelumnya” [Hujjatullah Al-Balighoh 1/307]

Imam Malik tidak memaksakan itu karena khawatir nantinya akan terjadi perpecahan kalau nantinya penduduk dipaksa untuk mengikuti Imam Malik sedangkan mereka telah beribadah sesuai pendapat ulama yang mereka ikuti sebelumnya.

Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i

Kita juga tahu secara detail bagaiman Imam Syafi’i meninggalkan qunut subuh ketika menjadi Imam untuk para pengikut Imam Abu Hanifah yang tidak melihat adanya kesunahan qunut dalam sholat subuh, di masjid dekat makam Imam Abu Hanifah.

Padahal Imam Syafi’i-lah pelopor qunut subuh dan mnejadikannya sunnah muakkad dalam sholat subuh yang jika meninggalkannya, maka sunnah diganti dengan sujud sahwi. Tapi beliau rela meninggalkan itu, karena tahu dimana ia saat itu. 

 Yang dapat kita petik dari kisah-kisah diatas adalah rasa saling menghormati dan merasa rendah diri jika ilmunya belum seberapa dibanding orang lain. Lalu, siapakah kita? Kalau hanya tahu satu pendapat, tahan diri untuk tidak berkomentar ketika melihat ada yang berbeda sebelum bertanya. Jangan mempermalukan diri sendiri dengan sikap Keminter yang sering kita lakukan.

Jangan akhirnya malah berbicara sesuatu yang tidak dipahami. Firman Allah swt;

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

‘’Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ 36)

Yang paham dan tahu adanya perbedaan pendapat pun sejogjanya bersikap bijak dalam mengamalkan pendapatnya itu. Dan lebih cerdas melihat kondisi khalayak, apakah siap atau tidak.

Karena orang yang “mengerti” itu bukan hanya paham apa yang dikerjakan, tapi ia juga harus paham kapan harus mengerjakan pekerjaannya itu.

Penulis: Siti Muzayyinah (Alumni Mathaliul Falah Kajen Pati 2017)

Refrensi :

  1. Al-Qur’an dan Hadits
  2. Morris, Errol (20 June 2010). “The Anosognosic’s Dilemma: Something’s Wrong but You’ll Never Know What It Is (Part 1)”.
  3. Kruger, Justin (1999). “Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One’s Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments”. Journal of Personality and Social Psychology. 77 (6): 1121–34. .
  4. Dunning, David (2003). “Why people fail to recognize their own incompetence” (PDF). Current Directions in Psychological Science. 12 (3): 83–87
  5. Dunning, David, “Self-Insight: Roadblocks and Detours on the Path to Knowing Thyself (Essays in Social Psychology),” Psychology Press: 2005, pp. 14–15.
  6. “Ig Nobel Past Winners”. .
  7. Ehrlinger, Joyce; Johnson, Kerri; Banner, Matthew; Dunning, David; Kruger, Justin (2008). “Why the unskilled are unaware: Further explorations of (absent) self-insight among the incompetent” (PDF). Organizational Behavior and Human Decision Processes. 105 (105): 98–121.
  8. Fuller, Geraint (2011). “Ignorant of ignorance?”. Practical Neurology. 11 (6): 365.
  9. As-Syarqawi, Nahwa Ilm an-Nafsi al-Islami, p. 73.
  10. Fathul Barri 2/564
  11. Hujjatul Balighoh 1/307
  12. Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam 117

Tinggalkan Balasan