Kepribadian (Personality Traits) Ditinjau dari Konsep Psikologi Islam dan Modern

Pernahkah kita merasakan ada hal-hal yang berbeda antara kakak dan adik dalam hal sifat, kegemaran, ataupun pendapat padahal terlahir dari darah yang sama? Sang kakak senang dengan membaca buku, bongkar pasang alat elektronik, sedangkan sang adik lebih menyukai olahraga dan musik.

Apa yang muncul di dalam benak kita ketika membicarakan kepribadian seseorang? Ini adalah salah satu topik yang sangat menarik karena kita dapat mengenal diri kita ataupun orang lain lebih dekat.

Personality (kepribadian) adalah suatu keunikan dan relatif stabil dimana seseorang berfikir, merasakan, serta berperilaku (Ciccarelli dan Meyer, 2006). Definisi personality (kepribadian) juga dapat dijabarkan lebih detil yakni sattu set atau rangkaian dari sifat psikologis dan mekanisme di dalam individu yang relatif teratur dan bertahan lama dan mempengaruhi interaksi dari individu tersebut, adaptasi kepada sesuatu seperti intrapsychic, fisik, dan lingkungan sosial. (Larsen dan Buss, 2010).

Sampai saat ini, di dalam psikologi modern ada 4 perspektif utama mengenai landasan dalam mengembangkan teori kepribadian.

Pertama, The psychoanalytic perspective, teori ini menekankan pada hasil analisa dari Sigmund Freud yang memfokuskan pada unconscious mind (alam bawah sadar) di dalam perkembangan kepribadian seseorang.

Kedua, The behaviorist perspective, dimana teori ini lebih mendasari pada teori pembelajaran. Menurut sudut pandang teori ini, kepribadian adalah pengaruh dari lingkungan yang terdapat pada sifat seseorang.

Ketiga, The humanistic perspective, merupakan teori yang memfokuskan pada peranan adanya pengalaman pada kehidupan kesadaran seseeorang dalam perkembangan kepribadiannya.

Keempat, The trait theories dimana menjelaskan mengena proses yang menyebabkan kepribadian membentuk karakteristik yang unik, dan lebih memfokuskan pada hasil akhir dari karakterisitik kepribadian tersebut.

Setiap orang pasti ada yang memiliki kesamaan dan juga ada perbedaan dalam berbagai hal, oleh karenanya ilmu psikologi kepribadian mempelajari dari segi psikologi dimana seseorang berbeda dengan yang lain. Secara lebih spesifik, hal-hal atau karakteristik yang menggambarkan berbeda dari yang lain dinamakan psychological traits. Contohnya seseorang memiliki keberanian untuk berinteraksi dengan hewan liar, sedangkan ada juga yang tidak. Selain itu, ada suatu tingkat kesamaan dimana seseorang bisa mengalami rasa malu atau gugup saat harus berhadapan dan berinteraksi dengan publik.

Di dalam psikologi modern yang berkembang saat ini, dibahas juga mengenai adanya faktor dari sisi biologis dan keturunan yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Di dalam penelitian Minessota Twin Study yang dilakukan para ahli terhadap dua anak kembar identic (terbentuk dari satu sel telur) dan fraternal (terbentuk dari dua sel telur), didapatkan bahwa kembar identik lebih memiliki kesamaan daripada yang kembar fraternal atau yang tidak kembar dalam hal kecerdasan, kemampuan kepemimpinan, kecenderungan untuk mematuhi peraturan, kecenderungan untuk memegang tradisi kebudayaan, pengasuhan, rasa empati, sifat ketegasan, dan sifat agresif (Ciccarelli dan Meyer, 2006).

Baca Juga: Sepucuk Surat Untuk Para Pemimpin

Seorang psikolog ternama Lewis R. Goldberg telah melakukan penelitian sistematis dan mengemukakan sebuah teori yang cukup terkenal, yaitu Big Five Personality Traits (Teori kepribadian model lima besar). Berdasarkan teori ini, ada lima dimensi kepribadian. Untuk memudahkan dalam mengingatnya, kita dapat melihat huruf pertama dari masing-masing dimensi yang disingkat menjadi “OCEAN”.

1. Openness (Terbuka terhadap hal-hal baru)

Dapat digambarkan sebagai kerelaan seseorang untuk mencoba pada hal-hal baru dan terbuka terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi ini, senang bereksperimen terhadap sesuatu yang belum dikenalnya, memiliki keberanian untuk mencoba, dan lebih menyukai hal-hal yang bervariasi. Sedangkan yang memiliki nilai rendah  memiliki keinginan untuk memiliki perubahan dalam hidupnya atau lebih senang berada di zona aman.

2. Conscientiousness (Sifat berhati-hati)

Menunjukkan motivasi, keteraturan, dan perhatian  seseorang terhadap sesuatu ataupun orang lain. Seseorang yang memiliki nilai tinggi akan memperhatikan untuk selalu tepat waktu dan lebih berhati-hati dalam menjaga barang yang

dimilikinya. Sedangkan jika nilai yang dimiliki rendah, orang tersebut cenderung untuk terlambat dalam mengerjakan sesuatu.

3. Extraversion (Extraversi)

Istilah ini digunakan oleh Carl Jung yang percaya bahwa seseorang dapat dibagi menjadi dua tipe kepribadian, yakni extraverts (ramah, pandai bergaul) dan introvert (suka menyendiri dan tidak suka menjadi pusat perhatian)

4. Agreeableness (Mudah akur atau mudah bersepakat)

Menunjukkan model atau gaya emosi yang dimiliki seseorang. Apakah orang tersebut baik hati  (good-natured), lebih mudah percaya terhadap orang lain, suka menolong atau sebaliknya tidak dapat diajak kerjasama, kasar, selalu ingin berkompetisi, agresif.

5. Neuroticism (Neurotisme)

Menunjukkan tingkat emosi yang stabil atau tidak stabil. Seseorang yang terlalu khawatir, gugup yang berlebihan, dan berubah-ubah sikapnya (moody), akan memiliki nilai tinggi pada dimensi ini. Sedangkan bagi yang berwatak tenang atau pandai menguasai diri akan menunjukkan nilai yang tinggi.

Jika dilihat berdasarkan teori kepribadian model lima besar, kembar identic dan fraternal memiliki perbedaan dimana kembar identik memiliki nilai kesamaan 50 %, sedangkan kembar fraternal memiliki tingkat kesamaan sebesar 15-20 %. Penemuan ini mendukung pemikiran atau teori yang menyatakan bahwa beberapa aspek dari kepribadian adalah berdasarkan faktor genetik.  

Psikologi (Psychology) merupakan istilah dari Yunani kuno yang berasal dari dua kata Psyche yang berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Psikologi sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari perilaku seseorang dan proses mental secara sistematis.

Para psikolog modern dari barat memandang kepribadian sebagai aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya ) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan). Dapat kita lihat adanya dua unsur yang berkaitan yang sejalan dengan pemikiran dalam Islam.

Dalam bukunya Prof. Malik Badri, seorang psikolog muslim yang menjadi pioneer dalam pencetusan psikologi Islam, mengatakan bahwa tanpa adanya proses adaptasi, konsep Psikologi modern akan menjadi sesuatu yang berbahaya atau tidak dapat digunakan sama sekali oleh para murid atau orang muslim. Akan tetapi jika kita menerima adaptasi tersebut, dapat diartikan sebagai bagian dari Islamisasi psikologi. Hal ini dikarenakan Islam adalah agama dan jalan hidup yang membawa pengaruh besar dalam membentuk aspek psikologis dan sosio kultural orang muslim.

Kepribadian dalam Islam dikenal dengan istilah asy-syahsiyah yang dalam bahasa arab berasal dari kata syakhsyang berarti pribadi ditambah dengan “ya” nisbah sehinga menjadi kata benda buatan (masdar shina’i) yang berarti kepribadian. Istilah ini lebih mencerminkan makna kepribadian seseorang baik lahir maupun batin yang menurut Abdul Mujib dan Mudzakir, kepribadian dalam perspektif Islam adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu yang melahirkan setiap tindakan atau individu. (Arifin, 2018).

1. Al-Qalbu : Al-Ghazali melihat qalbu melalui dua sisi, yaitu (a). kalbu jasmani, daging sanubari yang berbentuk jantung pisang dan berada di dalam dada sebelah kiri.

(b). kalbu rohani, sesuatu yang bersifat halus, rabbani, rohani yang berhubungan dengan kalbu jasmani dan merupakan esensi manusia yang memiliki naluri cahaya ketuhanan.

2. Al-Aqlu : Abi Al-Baqa’ Ayyub Ibnu Musa Al-Husain mengemukakan bahwa akal merupakan organ tubuh yang terletak di kepala, lazim disebut otak, yang memiliki cahaya nurani dan dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan.

3. An-Nafsu: Menurut Al-Ghazali, merupakan daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu (a). kekuatan al-ghadabiyah, tingkah laku yang berusaha membela atau melindungi ego terhadap kesalahan, kecemasan, memanfaatkan dan merasionalkan perbuatannya. (b). kekuatan asy –syahwat, suatu daya untuk menginduksikan diri dari kesenangan.

Kolaborasi antara tiga komponen kepribadian inilah yang menjadikan pribadi seorang muslim begitu hebatnya. Ini merupakan anugerah dari Allah SWT yang luar biasa untuk manusia yang dapat berfikir dan menjadikannya sebagai tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang patut kita syukuri. Semua komponen memiliki peranan yang sangat penting dan saling berkaitan dalam membentuk kepribadian. Misalkan ketika seseorang memiliki rezeki lebih dan ada keinginan (An-Nafsu) ingin membeli barang untuk keperluan diri sendiri, akan tetapi dia berfikir (fungsi Al-Aqlu) bahwa ternyata ada orang-orang di luar sana yang tertimpa musibah dan lebih membutuhkan, maka hati nuraninya (fungsi Qalbu dan an-Nafs)  berkata untuk lebih mendahulukan kepentingan orang lain dengan memberikan rezeki yang dia miliki. Jika dilihat menggunakan kacamata psikologi modern, orang tersebut memiliki karakteristik yang tinggi dalam Agreeableness (baik hati, suka menolong) dan rendah dalam neurotisme(dapat menguasai diri).

Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh Prof. Shiabudin Moghni, menunjukkan bahwa Islam sebagai suatu pandangan dunia telah menanamkan model kepribadian (personality of the muslim ummah) menjadi berbagai kepribadian dominan (dominant personality traits) yang dengan jelas membedakan mereka dengan bangsa lain (Badri, tt).

The main attribute or trait (ciri atau sifat yang paling utama) adalah spiritual dimension. Iman kepada Allah dan percaya bahwa Allah adalah Sang Maha Pencipta dan Penjaga alam semesta dari yang paling terkecil seperti partikel atom sampai galaksi terbesar. Allah Maha mengetahui apa yang ada di dalam hati manusia sampai rahasia di alam bawah sadar (subconscious mind).

Semua yang terjadi dalam diri manusia pasti ada hikmah yang terkandung dibelakangnya. Ada kehidupan setelah kehidupan di dunia ini dan setiap orang akan mempertanggung jawabkan apa yang sudah dilakukan di dunia. Kepercayaan inilah yang menjadi sangat penting bagi para psikolog muslim karena psikologi modern yang berasal dari barat tidak mengakui adanya aspek spiritual di seluruh sudut pandang atau perspektif (psikoanalisis, behavioral, kognitif, humanistic). Kepercayaan tersebut tidak hanya penting untuk para psikolog atau ilmuwan semata, tapi hendaknya bagi kita sebagai seorang muslim juga hendaknya menerapkan prinsip-prinsip Islam baik dalam kepribadian, ataupun segala aspek dalam kehidupan kita sehingga dalam menjalani kehidupan yang hanya bersifat sementara ini kita dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin sebagai tabungan untuk kehidupan kekal kita di akhirat nanti.

Referensi

Arifin, B. S. (2018). Psikologi Kepribadian Islam: Memahami Perilaku Manusia Dalam Paradigma Islam. Bandung; CV Pustaka Setia.

Badri, M. The Islamization of Psychology: It’s “Why”, It’s “What”, It’s “How”, It’s “Who”. International Association of Muslim Psychologists;

Ciccarelli, S. K. dan Meyer, G. E. (2006). Psychology: Mypsychlab Edition. New Jersey; Pearson Prentice Hall.

Larsen dan Buss. (2010). Personality Psychology : Domains of Knowledge About Human Nature (Fourth Edition).New York; Mc Graw Hill.

Penulis : Faridah Ahmad Fuad, B. HSc., M.Sc.,

Beliau lahir di Jeddah tanggal 14 Oktober 1989. Anak pertama dari dua orang bersaudara ini merupakan lulusan dari Sekolah Indonesia Jeddah dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Tertarik dengan ilmu psikologi, ia  kuliah di Human Sciences Faculty, International Islamic University Malaysia (IIUM), Majoring in Psychology, Minoring in Islamic Revealed Knowledge. Kemudian memperdalam kembali profesi psikologi dengan melanjutkan studi S2 di Counseling  and Health Psychology, Ahfad University For Women, Omdurman, Sudan. Hobinya adalah travelling, menulis, dan berorganisasi. Pengalaman berorganisasi diantaranya ia dapat saat menjadi sekretaris  Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di IIUMalaysia, Fatayat NU Malaysia, PCI Muslimat NU Sudan, dan saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PCI Muslimat NU Arab Saudi. Diantara karyanya yang diterbitkan adalah buku antologi berjudul “Dari Hobi Jadi Duit” yang merupakan kisah inspiratif para wanita diaspora Indonesia di Jeddah, Malaysia, dan Lebanon. Kemudian buku antologi “Bunda Malaikat Tanpa Sayap” yang di dedikasikan untuk ibunda tercinta yang sudah kembali ke Rahmatullah. Motto hidupnya adalah “Teruslah menebar kebaikan dimanapun berada, jadilah pribadi yang berinovasi dan menginspirasi”.

Tinggalkan Balasan