Kecemasan Menghadapi Pandemi Covid 19 dan Penanggulangannya dalam Al Qur’an

Corona Virus 2019 atau yang lebih dikenal Covid 19 ditemukan pertama kali di kota Wuhan China pada bulan Desember 2019. Penyebaran virus begitu masif dan menelan korban jiwa yang sangat banyak sehingga badan kesehatan dunia WHO menetapkannya sebagai pandemik global. Sampai hari ini Covid 19 telah menginfeksi lebih dari 50 juta orang dengan satu juta lebih korban meninggal diseluruh dunia.

Dampak Covid 19 bukan hanya menyasar pada gangguan kesehatan namun juga berdampak pada gangguan ekonomi dan pada akhirnya berimbas kepada gangguan sosial. Di Indonesia, salah satu upaya memutus mata rantai penularan Covid 19 adalah ditutupnya beberapa sarana umum seperti sekolah, pasar, mall, taman dan yang paling menuai beragam kontroversi adalah penutupan rumah ibadah. Saat pendemi terjadi, gairah umat Islam untuk beribadah justru cenderung meningkat, dilihat dari menjamurnya pengajian virtual melalui group media sosial, postingan postingan ceramah agama, sampai adanya penolakan jamaah pada larangan beribadah di dalam masjid. Fenomena ini memberi kesan kuat bahwa adanya pandemik ini menyebabkan kecemasan dalam hati manusia yang mendorong pada kebutuhan akan keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Secara psikologis, saat menghadapi tekanan jiwa manusia membutuhkan pegangan pada dzat diluar dirinya yang maha kuasa, kecemasan pada pandemik ini nyatanya semakin membuktikan kebutuhan manusia terhadap keberadaan Tuhan.

Term Al Quran dan Analisa Kecemasan

Kecemasan dan ketakutan memiliki beberapa term di dalam Al Quran, yaitu al-khauf, al-kahsyah dan at-taqwa. Khauf adalah rasa takut atau khawatir yang muncul terhadap sesuatu yang dapat mencelakakan, membahayakan atau mengganggu. Khauf berhubungan dengan masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan apa yang dicintai sirna, realita tersebut hanya ada dimasa depan. Adapun khasyyah menurut Raghib al Asfihani merupakan rasa takut yang disertai penghormatan yang lahir akibat pengetahuan yang mendalam tentang objek. (Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah:62). Sedangkan Taqwa memiliki makna menjauhi atau memelihara diri dari siksaan Allah swt. Penyebutan kata Khauf, Khasyyah dan Taqwa dalam berbagai derivasinya datang dalam Al Quran dalam jumlah yang sangat banyak, kata khauf 124 kali, khasyah 48 kali dan taqwa sebanyak 258 kali.

Freud dalam (Spielberger, 2004) menjelaskan bahwa ketakutan dan kecemasan sebagai unsur dari emosi yang timbul berdasarkan sebuah kondisi atau pemikiran individu akan situasi yang akan membahayakan dirinya. Emosi tersebut muncul sebagai perasaan tidak menyenangkan atau ketakutan akan adanya bahaya. Menurut Sigmund Freud (2004), kecemasan dan ketakutan adalah respon tubuh terhadap sinyal bahaya yang membuat tubuh memiliki sikap waspada dan dapat bersiap untuk  fight (menyerang) atau flight (menghindar). Ketakutan adalah respon terhadap suatu hal yang spesifik dan nyata di depan mata pada saat itu. Sedangkan kecemasan merupakan salah satu jenis dari rasa takut yang ditandai oleh pikiran bahwa suatu hal yang tidak diingankan bisa atau mungkin bisa terjadi di masa depan. Berdasarkan definisi ini, rasa khawatir terhadap pandemi masuk pada dua macam kriteria tersebut; baik ketakutan maupun kecemasan. Takut karena memang bahaya yang ada nyata, sedangkan cemas akibat olah fikir manusia yang mengkhawatirkan terjadinya sesuatu yang belum pasti akan menimpanya karena tidak nampaknya virus.

Sebenarnya, sebuah kecemasan bisa saja bernilai baik bila dapat membawa manusia kembali kepada Allah. Dalam beberapa ayat, Al Quran menggambarkan kecenderungan sifat manusia yang kufur nikmat, dimana manusia cenderung kembali kepada Allah swt saat merasakan ketakutan atau kecemasan namun saat kecemasan itu telah hilang manusia lupa untuk berterimakasih kepada Allah swt.

Allah berfirman, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al Isra [17]: 67)

Diantara beberapa sumber kecemasan manusia yang disebutkan oleh Al Quran adalah (1) kecemasan pada kesulitan hidup; kecemasan pada kesulitan hidup bahkan membuat orangtua di masa jahiliyah membunuh anak-anak mereka karena takut miskin ( QS. Al Isra [17]:31), (2) Kecemasan pada hal yang tidak nampak atau terlihat; salah satu sumber ketakutan manusia adalah takut pada bahaya yang tidak dapat dilihatnya, menyikapi hal ini Al Quran telah memberikan tuntunan untuk memohon perlindungan kepada Allah swt (QS. Al-Falaq [113]:1-4), (3) Kecemasan dari kematian; kecemasan terbesar dalam hidup manusia adalah kematian (An-Nisa'[4]:77), manusia juga memiliki ketakutan yang lain yaitu (5) Kecemasan saat terjadi bencana. Pada hari kiamat nanti, manusia digambarkan memiliki ketakutan yang sangat besar karena terjadinya bencana alam yang luar biasa (Al-Hajj [22]:2).

Lima sumber kecemasan manusia ini juga dirasakan saat pandemi ini menyebar luas, banyak manusia yang merasa cemas dengan masa depannya, bukan hanya cemas pada kesehatan dan nyawanya namun juga cemas pada pekerjaan dan sumber hidupnya, karena virus ini bukan hanya menyebabkan terganggunya kesehatan namun juga kemerosotan ekonomi disegala bidang. Selain kecemasan pada kesulitan hidup, kecemasan ini juga bersumber dari bentuk virus yang tidak terlihat sehingga sulit dihindari. Kecemasan semakin bertambah karena virus ini mengancam nyawa dan telah menimbulkan banyak kematian Apalagi karena sifatnya global, pandemi ini juga dikategorikan bencana besar hingga pemberitaan massif membuat kecemasan semakin bertambah.

Baca juga: Santri dan Sastra dalam Pesantren; Sharing Literasi Bersama Usman Arrumy

Solusi Al Quran Menghadapi Kecemasan

Untuk menanggulangi kecemasan tersebut, Al Quran memberikan beberapa panduan yang bisa dijalani sebagai terapi untuk menghadapi rasa cemas dimasa pandemik.

(1) Mengembangkan Religiusitas Individu

Mengembangkan religiusitas individu artinya meningkatkan keimanan kepada Allah swt, meyakini bahwa segala yang terjadi adalah berdasarkan ketentuan Qodho dan Qodar-Nya, tidak ada bencana yang terjadi kecuali atas izin Allah swt sehingga permohonan perlindungan sepatutnya hanya di alamatkan kepada Allah swt semata. Dalam setiap sholat kita membaca dan berikrar kepada Allah bahwa hanya kepada-Nya kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. (Al-Fatihah[1]:5). Dalam Al Quran Allah swt juga menegaskan dzat-Nya yang agung sebagai penjamin rezeki manusia dari kelaparan dan yang memberikan rasa aman saat ketakutan (Quraisy [106]:4)

(2) Bersabar

Sabar merupakan salah satu senjata seorang muslim selain sholat (QS. Al Baqoroh [2]:45), Al Quran sendiri telah memastikan bahwa setiap manusia akan mendapatkan ujian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan (QS. Al Baqoroh [2]:155). Keniscayaan pada adanya ujian hidup tidak dapat kita hindari namun dapat dihadapi dengan kesabaran. Allah swt memuji orang orang yang dapat bersikap sabar, kesabaran adalah ladang pahala tanpa batas karena Allah swt menjanjikan pahala tak berbatas bagi orang orang yang sabar (QS. Az Zumar [39]: 10), bahkan sifat sabar adalah ciri hamba yang akan selalu dekat dengan Allah, karena Allah swt selalu bersama orang orang yang sabar (QS. Al Anfal [8]:46)

(3) Beriktiar dan berfikir positif

Ikhtiar adalah sebuah usaha untuk sampai kepada apa yang diinginkan. Berikhtiar untuk menjaga diri dan keluarga dari Covid 19 merupakan sebuah kewajiban setiap muslim. Dalam agama Islam ada lima tujuan pokok yang harus dijaga keberlangsungannya. Kelima pokok itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Yaitu memelihara agama (hifdzuddin), memelihara jiwa (hifdzunnafs), memelihara keturunan (hifdzun nasl), memelihara harta (hifdzul maal) dan memelihara akal (hifdzul aql). Menjaga diri dari kemungkinan tertular Covid 19 merupakan bagian dari hifdzunnafs yang wajib dilaksanakan setiap muslim, karena saat seseorang meninggal secara otomatis ia pun tidak dapat memelihara empat pokok agama yang tersisa. Al Quran melarang seseorang menjatuhkan dirinya dalam kerusakan (QS. Al-Baqarah [2]: 195) sebagaimana ia juga melarang seseorang membunuh diri sendiri atau sengaja menyebabkan dirinya terbunuh (QS. An-Nisaa'[4]: 29). Setelah melakukan ikhtiar semaksimal mungkin maka tugas manusia yang tersisa adalah bertawakkal dan berhusnudzon pada Allah swt atau berfikir positif bahwa tidak ada bahaya yang timbul tanpa izin Allah swt (QS. At Taghabun [64] : 11).

(4) Mencari informasi yang akurat agar dapat berfikir lebih imbang
Salah satu penyebab datangnya kecemasan adalah kurangnya informasi tentang apa yang tengah dihadapi. Fakta bahwa virus ini bersifat droplet dan mudah sekali mati dengan sabun juga bisa membuat kita lebih tenang dan tetap waspada dengan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

Sebuah informasi seharusnya dicari seakurat mungkin agar kita dapat mengenali karakteristik dari sesuatu yang kita takuti, selain itu bersikap tanang, tidak menyebarkan kecemasan juga merupakan ciri pribadi seorang muslim yang baik. Al Quran bahkan pernah mengecam orang orang yang menyebarkan berita tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu (An-Nisa'[4]:83).

(5) Selalu Bersyukur dan Berbahagia

Tubuh manusia memiliki mekanisme luar biasa dalam menangkis bahaya yang datang dari luar termasuk virus. Pertahanan tubuh yang kita miliki ini bernama imunitas atau sistem imun tubuh. Orang yang memiliki sistem imun yang baik dalam dirinya bukan hanya mampu menangkis virus bahkan menyembuhkan tubuh dari penyakit Covid 19.

Salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif pada sistem imun adalah perasaan tenang dan bahagia, sebaliknya imunitas akan melemah saat tubuh merasa takut dan strees. Keajaiban tubuh manusia yang luar biasa ini lah yang menyebabkan Al Quran memerintahkan manusia untuk melihat kepada dirinya sendiri untuk dapat meraba kehadiran Allah swt dan sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah swt. (QS. Ad Dzariyat [51]: 21) Bersyukur merupakan jalan bagi seorang mukmin untuk sampai kepada kebahagiaan. Bahwa sampai hari ini masih diberikan kesehatan dan keselamatan pun sebuah nikmat yang patut disyukuri.

Pada akhirnya kita menyadari bahwa Covid 19 bukan hanya datang sebagai sebuah musibah namun juga dapat dijadikan momentum yang tepat untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka (QS. Ali Imran [3]:191).

Penulis: Ade Nailul Huda (Alumni Jamiah Omdurman Islamiyah tahun 2013 dan anggota Muslimat NU Sudan tahun 2006-2013)

Tinggalkan Balasan