Mayoritas umat Islam Indonesia, bahkan dunia adalah pengikut ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah begitu mengakar dalam tradisi, budaya, dan kehidupan masyarakat muslim Indonesia.
Memang ajaran-ajaran Ahlussunnah wal Jamaah bisa terwujud dalam manifestasi beragam di berbagai belahan dunia Islam karena cara hidup, kebiasaan, dan adat istiadat masing-masing kawasan dunia yang berbeda. Namun tentulah ada benang merah yang menyatukan perbedaan tersebut.
Tidak henti-hentinya masyarakat bertanya, “Apakah tawassul itu?”, “Apakah tabarruk itu boleh?” Apabila sang juru dakwah tidak mampu menjawabnya, maka dikhawatirkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah akan sedikit demi sedikit terkikis kelestarian dan penganutnya bersamaan semakin gencarnya ustadz gadungan yang belajar agama kemarin sore yang dengan ghirahnya mengajak masyarakat untuk kembali hanya kepada Al-Qur’an dan Hadits d ujaran-ujaran kebencian kepada golongan yang berbeda dengan dia.
Maka menjadi sebuah keharusan bagi para guru dan juru dakwah yang pada umumnya langsung berinteraksi dengan masyarakat awam untuk mengajarkan ajaran mayoritas umat ini.
Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang kemudian kita kenal di Indonesia dengan Aswaja, tiada lain adalah ajaran Islam itu sendiri, yakni ajaran Rasulullah, para sahabat, dan ulama seterusnya yang kredibilitas mata rantai keilmuannya dapat dipertanggungjawabkan.
Sangat mudah membedakan ajaran Aswaja dengan non-Aswaja, yakni bahwa Aswaja menganut aqidah dari dua imam yang menjadi rujukan dalam berakidah, Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.
Meski demikian, bukan berarti keduanya merupakan penggagas akidah baru dalam Islam, tetapi merekalah penjaga akidah Rasulullah dengan sistematis serta berjasa besar dalam menjaga dan membela Akidah Islam dari ajaran-ajaran menyimpang yang semakin menjamur seiring bumi yang kita pijak ini semakin menua.
Baca juga : Perayaan Maulid Nabi Muhammad Menurut Syekh Awadl Al-Karim Utsman Al-Aqli
Ulama Ahlussunnah wal jamaah
Semua ulama Islam dari masa ke masa adalah pengikut Imam Abul Hasan al-Asy’ari, berakidah Asy’ariyah. Ulama seperti Imam an-Nawawi, ibnu Hajar al-Atsqolani, ibnu Rajab, as-Syairazi, al-Qurthubi, dan ar-Razi jelsas merupakan al-Asya’iroh pengikut Imam al Asy’ari, bukan pengikut ibnu Taimiyah atau ibnu Abdil Wahhab.
Imam as-Suyuthi, ar-Rafi’i, al-Baihaqi, al-khathib al-Baghdadi, al-Bajuri, ibnu-Asakir pengarang kitab at-Tarikh al-Kabir, dan Imam al-Ghozali semuanya menyatakan mereka adalah Asy’ariyah, semuanya adalah rujukan beragama bagi milyaran umat hingga sekarang, lantas mengapa pada zaman sekarang masih ada orang yang tidak mengikuti Asy’ariyah? Bahkan mengapa ada golongan yang sampai menyesatkan Imam Abul Hasan al-Asy’ari?
Sebagai penutup, izinkan penulis menukil Hadits shahih riwayat al-Hakim dan at-Tirmidzi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“فمن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة”
Maknanya: “..maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang dalam surga, hendaklah berpegang teguh pada Aqidah al Jama’ah (keyakinan mayoritas umat).”
Penulis: Muhammad Najmuddin
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)