Senin, 16 Jumadil Tsaniyah 1441 H/ 10 Februari 2020 Kabar duka kembali datang. KH Habibullah Zaini menghembuskan nafas terakhir di RS. Darmo Surabaya. Kiai Habibullah Zaini yang lahir pada bulan Agustus 1954 ini merupakan putra kedua dari pasangan KH. Zaini Munawir Krapyak dan Nyai Qomariyyah ‘Abdul Karim Lirboyo. Dalam berumah tangga Kiai Zaini dan Nyai Qomariyah di karuniai empat orang putra. Yakni, Muhammad Rifqi Widodo yang meninggal pada saat masih belia, kemudian Almarhum KH. Thaha Zaini, KH. Habibullah Zaini dan putra bungsunya almarhum Hasan Zaini.
Sejak kecil Kiai Habibullah Zaini belajar dibawah asuhan orangtua dan para gurunya di pesantren Lirboyo. Kemudian melanjutkan nyantri di pesantren yang terletak di desa Tanggir Kabupaten Tuban Jawa Timur dibawah asuhan KH. Muslich ‘Abdul Karim. Usai nyantri di Tanggir beliau kembali ke Lirboyo untuk menikah kemudian berkhidmah di Lirboyo dengan mengajar di madrasah dan mengasuh para santri. Karena sosok beliau yang bersahaja, tekun, dan telaten pada masa kepengasuhan KH. Idris Marzuqi, Kiai Habibullah Zaini mendapatkan amanah untuk menjadi kepala madrasah Hidayatul Mubtadi’in Pesantren Lirboyo. Dan saat ini pun beliau adalah salah satu pengasuh dari salah satu cabang pesantren tersebut.
Dikisahkan dari keponakan beliau Ning Hj. Tutik Thaha Zaini, beliau adalah sosok yang sangat sederhana dan bersahaja. Semuanya dapat tercermin dari cara berpakaian, cara dahar (makan), cara berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemuinya. Beliau juga merupakan sosok yang wara’, selalu berhati-hati dalam persoalan fikih, akhlaknya yang mulia sungguh tampak saat berdekatan dengan beliau. Dan ketawadhuan beliau juga dapat terlihat dari bagaimana sikap beliau kala berada dalam satu majlis dengan kiai-kiai yang lain. Sewaktu menjadi wali nikah Ning Tutik dengan gus Rozin Sahal Mahfudh Kajen ,sikap tawadlu’ beliau terlihat pada saat momen makan bersama di ndalem KH. Sahal Mahfudz. Pada kesempatan dahar berlangsung beliau berinisiatif mengambilkan nasi ke piring kiai-kiai yang berusia lebih sepuh (tua). Sikap tawadlu’ beliau juga sungguh terlihat dalam majelis Ngaji Kemis Legi yang diasuh oleh KH. Anwar Manshur untuk para alumni pada tahun-tahun terakhir ini. Kala dalam kondisi sehat, Kiai Habibullah Zaini bersama dengan dzurriyah yang lain selalu ikut mengaji, mendengarkan, menyimak dengan takzim penjelasan kitab karya Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari tersebut.
Kiai Habibullah Zaini termasuk sosok yang jarang berpergian. Waktu sehatnya dihabiskan untuk mbalah (baca;ngaji) kitab dan mengasuh para santri. Karena rumah beliau pun tepat berada di depan masjid Lawang Songo Lirboyo. Pribadi beliau yang pendiam dan halus akan sangat berbeda ketika beliau madep dampar (baca; sebuah istilah yang lazim digunakan di pesantren Lirboyo untuk aktifitas mengaji kitab kuning). Bagi Kiai Habibullah mbalah kitab merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Di bulan Ramadhan beliau mempunyai kebiasaan ngaji posonan dengan para santri dengan mengkhatamkan kitab-kitab kuning yang tergolong tebal. Jadwal pengajian beliau adalah pagi hingga dzuhur, selepas dzuhur hingga waktu ashar, kemudian dilanjutkan ba’da ‘isya hingga hampir tengah malam.
Di dalam kegiatan beliau mengajar para santri beliau selalu berpesan “Yang serius belajarnya!!! Mumpung masih muda. Kalau sudah tua pasti nambah repot, karena tidak ada orang tua yang tidak repot.”
Penulis: Mallahasyimi
Baca juga: Nguri-nguri Budaya Santri, PCINU Sudan Adakan Bahtsul Masail
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)