Salah satu bab yang perlu diperhatikan saat membaca Quran adalah waqof-ibtidaknya, yakni kapan berhenti dan kapan memulai bacaan. Memang di dalam cetakan mushaf biasanya sudah ada tanda-tanda baca pembantu untuk memudahkan waqof-washol. Namun hal itu -menurutku- belum mencukupi, sebab beda cetakan kadang beda tandanya.
Tentu guru yang dimaksud adalah yang terpercaya, punya riwayat ngaji juga, dan paham dengan seluk beluk ilmu baca Quran dasar, berupa ilmu makhraj, tajwid, gharib, dan musthalahat. Lebih bagus lagi jika gurunya memang ahlul Quran, yakni seorang yang hafal dan faham tafsir Quran beserta segenap cabang keilmuannya, serta memiliki legitimasi sanad Quran dari guru-gurunya hingga Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.
Maka merekapun sowan ke ndalem Mbah Yai Najib sebagai pemegang sanad tersebut untuk mengutarakan maksudnya. Sekira sejam, mereka keluar lagi. Kutanya gimana hasilnya. Mereka bilang, jika ingin ijazah sanad harus mau setoran hafalannya dulu kepada Mbah Yai sampai khatam, meskipun memang sudah hafal, kemudian dites simakan.
Hehe, ya jelas. Lha wong yang sudah khatam setoran hafalannya saja belum tentu bisa dapat ijazah sanad kalau belum lancar. Apalagi yang belum setoran. Makanya bagi yang masih sempat, apalagi yang mulai berislam dengan semangat, jangan buru-buru ‘lompat’, musti mau merangkak lambat, ngaji ayat demi ayat, surat demi surat, hingga akhir hayat.//(ziatuwel)
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)