Hal-Hal yang Disunahkan Saat Berpuasa (Bagian 2)

Hal-Hal yang Disunahkan Saat Berpuasa (Bagian 2)
2. Sahur.
Yap, selain tujuannya untuk mengisi energi, sahur sendiri merupakan kesunahan yang sangat rugi sekali jika ditinggalkan. Dalam sahur sendiri terdapat berkah, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW pada salah satu hadis Shahihain (Sahih Bukhari dan Sahih Muslim), “Sahurlah karena di dalam sahur terdapat berkah.” Kapan kesunahan sahur ini berlaku? Kita bisa mendapatkan kesunahan sahur jika kita makan atau minum setelah pertengahan malam.

Apa sih maksudnya pertengahan malam? Ya tinggal kita jumlahkan saja waktu dari magrib hingga fajar lalu kita bagi dua deh. Contoh : di Negara A, azan maghrib berkumandang pada pukul 6 sore, sedangkan azan subuh berkumandang pada pukul 4 pagi. Dengan demikian, negara tersebut mempunyai waktu malam selama 10 jam, sehingga pertengahan malam untuk negara tersebut dimulai lima jam setelah jam 6 sore. Ya, sekitar jam 11 malam-an, anda bisa sahur untuk mendapatkan kesunahannya.

Kesunahan sahur bisa anda peroleh meskipun hanya dengan seteguk air. Tapi, disunahkan sahur dengan makanan-makanan yang disunahkan disantap saat berbuka, seperti ruthab, kurma, dst. Adapun salah satu hikmah sahur sendiri adalah untuk menguatkan badan selama menunaikan puasa pada siang harinya.

Selain sahur sendiri merupakan kesunahan, mengakhirkan sahur merupakan kesunahan lain yang dapat kita dapatkan. Kapan kesunahan mengakhirkan sahur ini bisa kita dapatkan? Kesunahan ini dapat kita dapatkan, dengan mengakhirkannya mendekati fajar (subuh) sekitar perkiraan kita membaca 50 ayat sebelum subuh. Untuk itu, meskipun waktu sahur sampai terbitnya fajar (azan subuh), kita perlu berhati-hati untuk tidak menyantap apapun ketika sudah sangat mendekati azan subuh. Kenapa? Karena, fajar sangat samar sehingga sangat sulit kita dipatok dengan waktu. Sehingga ada istilah “imsak” saat puasa dan biasanya imsak 5 sampai 15 menit sebelum azan subuh.

Baca juga: Keajaiban Sedekah

Imsak adalah peringatan kepada kita untuk tidak menyantap apapun lagi sebagai bentuk kehati-hatian agar kita tidak menabrak batasan fajar. Berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 187: “Itu adalah batasan-batasan Allah, maka janganlah engkau mendekatinya.”

Kesunahan mengakhirkan sahur ini dengan syarat kita tidak ragu apakah fajar sudah terbit atau belum. Jika ragu, alangkah baiknya bagi kita untuk meninggalkan sahur. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu.” Meskipun demikian kita tetap boleh sahur, karena dalam kaidah fikih “al-ashlu baqau al-lail (pada dasarnya masih malam)”, sehingga ketika ragu, seolah-olah kaidah ini mengatakan “masih malam, kok. Gak apa-apa sahur saja”, dan puasa kita tetap sah dengan catatan sangkaan kita tidak terbukti salah. Lalu, jika ternyata sangkaan kita salah, misalnya sambil menyantap sahur kita membuka tabir jendela dan ternyata matahari sudah bersinar, berarti puasa kita batal. Kenapa batal? Karena sangkaan kita terbukti salah dan sebuah sangkaan yang salah tidak dianggap dalam syariat. So, jangan lupa pasang alarm agar bangunnya tidak telat, sehingga kita bisa mendapatkan keberkahan makan sahur.

3. Menghindari perkataan yang keji. Untuk itu, kita hendaknya menjaga lisan saat berpuasa dari berbohong, gibah, mengadu domba, dsb. “Bukannya itu semua wajib untuk dihindari ya, kok malah sunah?” Ya, pada dasarnya menjauhi hal-hal di atas adalah wajib. Namun, maksud dari kesunahan meninggalkannya di sini adalah ketika kita sandarkan terhadap orang yang berpuasa. Dalam artian, bagi kita yang berpuasa hendaknya tidak melakukan hal-hal diatas, meskipun hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa kita menurut perspektif fikih. Namun, sebagaimana yang telah saya sebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa hal-hal tersebut dapat membatalkan pahala puasa kita.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang dusta, maka Allah tidak menerima amalnya meninggalkan makan dan minumnya (Allah SWT tidak memberikannya pahala atas perbuatannya tersebut). [HR: Bukhari]”

Dalam hadis lain disebutkan, “Puasa adalah perisai selama tidak ia rusak dengan perkataan dusta atau gibah.” Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis lain, “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan apapun selain lapar dan dahaga.”

Lalu gimana nih kang, kalau ada yang menghina kita? Dalam sebuah hadis dijelaskan, “…maka ketika ada yang menghinamu atau mengajakmu berperang ucapkanlah “saya sedang berpuasa”. Adapun tujuan mengucapkan hal tersebut adalah untuk mengendalikan diri agar tidak saling mencaci. Para ulama menjelaskan bahwa ucapan “Saya sedang berpuasa” hendaknya diucapkan sebanyak dua sampai tiga kali (tiga kali lebih utama) dengan lisannya (jika tidak khawatir riya) sebagaimana yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar. Namun, Imam ar-Rafi’i mengatakan bahwa ucapan “Saya sedang berpuasa” diucapkan dalam hati saja (jika khawatir riya).

Al-Habib Abdullah bin Alawy al-haddad atau lebih dikenal dengan Imam Haddad mengklasifikasikan ibadah puasa menjadi dua bagian, yaitu:

√ Gambaran yang tampak. Secara gambaran yang tampak, ibadah puasa adalah menahan diri (yang disertai niat) dari makan, minum, dan berhubungan suami-istri dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Untuk itu, jika ada yang makan, minum, atau melakukan hubungan suami-istri saat berpuasa secara sengaja, sadar, dan atas kemauannya sendiri, maka puasanya batal.

√ Ruh-nya puasa. Yaitu, dengan menahan diri dari melakukan dosa dan keharaman, serta menjalankan semua kewajiban. Untuk itu, bagi seseorang yang hanya menahan makan, minum, dsb saat berpuasa tanpa menghindari perbuatan-perbuatan dosa dan tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban lain, maka ia tidak memperoleh apapun dari puasanya selain kerja keras dan capek saja.

Semoga amal ibadah puasa kita pada tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya diterima oleh Allah Swt. dan semoga kita bisa meningkatkan kualitas puasa kita menuju hakikat puasa yang sebenarnya. Aamiin.

(Admin)

Tinggalkan Balasan